Rabu, 30 November 2011

Yakinlah Kepada Allah

Kunci tauhid itu satu: YAKIN.
YAKIN bahwa hanya Allah yang Maha Kuasa terhadap apa yang terjadi di dunia ini
YAKIN bahwa apapun yang terjadi pada diri kita, itu semua dikehendaki oleh Allah
YAKIN bahwa Allah menghendaki kebaikan dan keburukan yang menimpa diri kita dengan suatu tujuan
YAKIN bahwa dalam setiap kejadian yang menimpa kita, itulah keputusan terbaik dari-NYA setelah ikhtiar terbaik yang kita lakukan
YAKIN bahwa doa maupun jeritan hati kita didengar oleh Allah karena DIA begitu dekat
YAKIN bahwa doa adalah senjata ampuh kaum mukmin
Setelah mengikuti acara UI Bertauhid yang diisi oleh KH. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) sebagai kontemplasi akhir tahun Masehi, yang diadakan pada Selasa, 28 Desember 2010, di Masjid Ukhuwah Islamiyah, Universitas Indonesia, Depok, aku menjadi semakin yakin bahwa memang keyakinan terhadap Rabb itulah yang membuat hidup seseorang menjadi tenang. Jika mendapatkan ujian kesulitan, bersabarlah sedangkan jika mendapatkan ujian kenikmatan maka bersyukurlah. Ya! Memang seharusnya dua hal itulah yang dilakukan kaum mukmin dalam menjalani roda kehidupan ini: bersabar dan bersyukur. Apapun yang terjadi pada diri kita, semua itu dikehendaki oleh Allah. So, jangan pernah takut menjalani hidup, ada Allah Yang Maha Besar dan Maha Kuasa. Mintalah padaNYA niscaya DIA akan mendengarkan segala pinta.
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ”Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS. Al-Ankabut: 2-3)
Sejatinya, hidup ini adalah sebuah perjalanan dari satu ujian menuju ujian berikutnya. Entah itu berupa ujian kesulitan maupun ujian kenikmatan. Setiap kita yang mengaku beriman tidak akan dibiarkan begitu saja, masing-masing diri kita akan diuji sesuai kadarnya masing-masing, bahkan Allah akan menguji di titik terlemah kita. Ujian itulah yang akan membuktikan keimanan kita, apakah kita benar-benar beriman atau hanya mengaku beriman padahal ternyata keimanan kita hanyalah dusta.
Selepas dari kajian Aa Gym ini, aku langsung mendapatkan ujian berkaitan dengan keyakinan pada Allah.
Di suatu siang, di sebuah auditorium FIB UI, ketika aku sedang berada di acara yang menghadirkan mbak Asma Nadia sebagai pembicara, di tengah-tengah asyik memperhatikan isi acara tentang dunia kepenulisan dan perfilman, ada sms datang di layar HPku:
”Lhin, bahan-bahan qta di lemari lab ga ada.. cuma tertinggal benzil klorida. Semuanya udah pd dibuangin ke bak sampah..”
Segera kubalas: ”ya ampuunn.. itu kan ada ionic liquids yang harganya mahal banget.. aduuuhh,, gmana ini?? Kamu tlg cari2 dulu di bak sampahnya ya..”

”Udah aku cari-cari n obrak abrik tong sampah akhir,, tapi gak ketemu Lhin..aku udh mau pingsan niih rasanya..”

Aku langsung teringat bahan berhargaku, bahan penelitian yang begitu butuh perjuangan untuk mendapatkannya. Ionic liquids [BMIM] PF6 yang bernilai 3.5 juta rupiah hanya untuk 5 gram, yang harus didapatkan dari Singapura, yang harus menunggu waktu yang lama dalam pemesanannya. Ya Allah! Padahal penelitianku sudah usai dan tinggal menunggu sidang, kenapa masih ada masalah dengan bahan berhargaku itu??
Hatiku dag dig dug dan segera aku tinggalkan auditorium FIB UI untuk menuju gedung Departemen Kimia UI. Ya! Segera kutinggalkan acara yang sangat menarik itu demi bahan penelitianku yang berharga. Bukan hanya masalah harga yang selangit dari bahan penelitian itu yang membuat hatiku dag dig dug. Ini masalah amanah yang aku emban, amanah untuk menjaga bahan penelitianku yang sangat berharga, yang diberikan oleh dosen pembimbingku. Tak terbayang akan kecewa dan marah besarnya sang dosen pembimbing yang telah mendanai penelitianku jika memang ionic liquids itu benar-benar sudah terbuang ke dalam bak sampah dan hilang begitu saja, padahal aku masih harus menyelesaikan riset ini setelah lulus nanti. Tak terbayang, hubungan yang selama ini sudah terjaga keharmonisannya dengan dosen pembimbingku harus hancur berantakan ketika mengetahui ionic liquids itu sudah dibuang ke bak sampah akhir di gedung Kimia dan tidak bisa ditemukan atau bahkan sudah pecah dan isinya tercampur dengan sampah-sampah. Tak terbayang jika aku harus mengganti ionic liquids itu yang berharga 3.5 juta-an yang mungkin hanya bisa ditutupi dengan honor mengajarku beberapa bulan lamanya.
Sepanjang perjalanan menuju Departemen Kimia UI, pikiranku dipenuhi berbagai hal yang berkecamuk. Mulai dari membayangkan jika benar-benar tidak ditemukan ionic liquids itu, bagaimana reaksi sang dosen pembimbing ketika mengetahuinya, bagaimana aku harus mengganti dan memesan ionic liquids itu kembali, sampai menyalahkan diriku sendiri yang seharusnya mengembalikan segera ionic liquids itu ke dosen pembimbingku bahkan sempat terlintas pikiran yang menyalahkan temanku yang menghilangkan kunci lemari labku.
Astaghfirullahaladzim. Diri ini mencoba beristighfar berkali-kali, membentengi semua pikiran yang berkecamuk, mencoba berusaha untuk tetap tenang. Segera kumasukkan pikiran-pikiran positif: Lhin, semua yang terjadi pada diri kita, itu pasti dikehendaki Allah. Kejadian seperti inipun Allah yang kehendaki, pasti ada sesuatu yang harus kamu ambil hikmahnya dari kejadian ini. Kalau toh pun ionic liquids itu masih jodohmu insya Allah dia akan ketemu, kalaupun dia memang benar-benar hilang atau pecah, ya tentunya memang itulah yang dikehendaki Allah. Masalah uang untuk menggantinya, yakinlah Allah yang akan bukakan jalan. Allah yang menghendaki semua ini, Allah juga yang pasti akan menunjukkan jalan keluarnya. Masalah dengan dosen pembimbingmu, beritahu beliau dan selesaikan urusan ini setelah sidang agar moodnya baik-baik saja ketika sidang nanti dan katakan kamu yang akan bertanggung jawab penuh untuk menggantinya dengan memesan kembali ionic liquids itu. Tenang, tenang, yakinlah, yakinlah, yakinlah padaNYA! Semua akan baik-baik saja..
Benar saja, setelah menumbuhkan pikiran-pikiran positif, diri ini pun kembali tenang. Entah kenapa ada jeritan dalam hati ini, ada keyakinan dalam hati: insya Allah ionic liquids itu masih ada dalam bak sampah akhir itu dan masih baik-baik saja.. Ya Allah, temukanlah, kumohon..
Aku pun sampai di gedung Departemen Kimia UI dan langsung menemui bapak yang bertugas membersihkan lab dan tentunya pula yang membuang ionic liquidsku ke dalam bak sampah. Pak Kiri biasa kami memanggilnya. Aku segera meminta tolong padanya untuk ditunjukkan bak sampah dimana beliau membuang semua bahan-bahan kimia dari lab kimia; akan kumasuki bak sampah itu, akan kukais-kais supaya ionic liquidsku ketemu dan mungkin memang itulah ikhtiar terbaik yang harus dilakukan. Beliau pun menunjukkan dan membantu mengorek-ngorek bak sampah tanpa harus kami memasuki bak sampah itu, cukup mengaisnya menggunakan batang kayu yang cukup panjang.
Dikais-kais beberapa lama tak juga ketemu, bahkan bau sampah pun sudah tak tercium lagi di hidungku, mataku terus memperhatikan setiap sampah botol-botol bahan kimia bercampur belatung yang menggeliat ke sana kemari di atas dedaunan. Dalam pencarian itu, hatiku terus berdoa: “Ya Allah, tunjukkanlah kepada kami ya Rabb.. kumohon. Jangan kau butakan mata kami untuk tidak dapat melihatnya. Ya Allah, kumohon temukanlah mata kami dengan botol keci coklat bertutup merah itu.. ” , jeritku dalam hati berulang-ulang sambil membayangkan botol kecil berwarna coklat dengan tutup merah yang masih utuh ketika aku menemukannya nanti.
Tak berapa lama kemudian, Pak Kiri berteriak: “Yang ini bukan??”
”Iya Pak! Bener Pak! Yang itu! Yang itu! Alhamdulillah..”, sahutku.
Namun kami agak kesulitan untuk mengambilnya karena bak sampah cukup tinggi juga, kira-kira seleherku. Alhamdulillah, saat itu, di sana ada ibu-ibu pemulung. Sungguh, memang Allah lah yang mempertemukan kami di lokasi bak sampah itu. Akhirnya kami meminta tolong padanya untuk mengambilkan botol kecil yang kami cari ke dalam bak sampah itu. Sang ibu pemulung yang memang sudah terbiasa di tempat seperti itu, segera memasuki bak sampah dan mengambil botol ionic liquidsku dan memberikannya kepada Pak Kiri, dan Pak Kiri-lah yang memberikannya kepadaku.
Ketika akhirnya botol kecil itu berada dalam genggamanku..
”Alhamdulillah.. makasih ya Buuuu.. makasih ya Pak..”
Seketika itu pula ketika ucapan itu keluar dari bibirku, airmataku tumpah dan menderas. Ingin rasanya sujud syukur saat itu juga, tapi lokasinya tak memungkinkan. Temanku pun datang, kami berpelukan sambil menangis; sebuah tangisan haru. Tangisan yang menunjukkan betapa tidak berdayanya kami kecuali tanpa pertolongan dari-NYA. Laa hawla walaa quwwata illabillah..
Sambil berpelukan, di lokasi bak sampah itu aku hanya bisa membayangkan aku benar-benar sedang bersujud syukur. Dan temanku pun akhirnya mengajakku ke gedung kimia untuk sujud syukur di sana. Aku bergegas menuju mushalla kimia, kutundukkan diri ini, sujud ke hadapanNYA, dan menangis sejadi-jadinya; ”Ya Allah, Engkau sungguh baik padaku, tapi apa yang selama ini sudah kulakukan dalam ibadah-ibadahku padaMU?? Sering aku lalai dalam mengingatmu duhai Rabb..”
Sungguh, kontemplasi akhir tahun yang sungguh nikmat bagiku dengan hal seperti ini. Ya! Sepertinya Allah memang ingin menunjukkan hal ini, menunjukkan Kuasa-NYA, dan Allah memberikan cara terbaikNYA untuk menegurku.
Semoga sepenggal kisahku ini bisa diambil hikmahnya bahwa kita bukanlah apa-apa dan bukanlah siapa-siapa. Pada dasarnya kita hanyalah manusia biasa yang tidak berkuasa sedikitpun atas kejadian yang menimpa diri kita. Hanya Allah yang berkuasa atas segalanya maka Yakinlah! Yakinlah padaNYA! Ketika keyakinan itu tumbuh dalam hatimu, insya Allah hidup kita pun akan tenang. Kita takkan pernah takut seberat apapun ujian kesulitan hidup karena kita YAKIN bahwa Allah yang memberikan ujian kesulitan itu.. Allah pula yang akan menunjukkan jalan keluarnya. Kita tidak akan pernah sombong sebesar apapun ujian kenikmatan karena kita YAKIN bahwa kenikmatan yang kita dapatkan itu semata-mata hanya dari Allah.

2 komentar:

  1. terharu saya bacanya, benar sekali apa yg anda tuliskan sayapun baru menyadari hal ini sekarang,padahal kejadian yg menimpa saya sdh terjadi setahun yg lalu. Namun saat itu saya belum menyadari meski pada saat itu teman-teman nasihati saya untuk sabar, tp alhamdulilah sekarang saya sadar, ternyata ketenangan jiwa lebih nikmat terasa dari kepuasan jiwa.

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus