Senin, 28 November 2011

MEWASPADAI LANGKAH SETAN

Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala (Q.S. Fâthir [35]: 6).



Kita tentu telah sama-sama mengetahui makhluk Allâh yang terkenal karena pembangkangannya saat diperintah untuk sujud kepada Nabi Adam a.s. dan berkomitmen untuk senantiasa mengganggu serta menjerumuskan anak cucu Adam kepada kesesatan yang mana muaranya adalah berujung pada al-Nâr. Mereka itu adalah setan yang merupakan keturunan dari iblis.

Setan merupakan golongan yang senantiasa menggoda manusia menjauh dari jalan Allâh. Mereka itu yang selalu senang ketika manusia taklid (patuh) pada jalan mereka yang sesat. Mereka punya seribu cara menggaet manusia untuk dijerumuskan dalam dosa. Jika tidak mengajak bicara dusta, maka mereka akan mengajak berkata kotor. Jika tidak membuat malas, mereka coba melalaikan. Jika tak mengarahkan ber-su’uzhan (berburuk sangka) maka mereka coba menciptakan hasad (dengki) di dalam hati kita. Singkatnya, segala upaya dan cara akan digunakan demi merekrut massa sebanyak-banyaknya dari golongan kita (manusia) untuk menjadi teman mereka di neraka kelak.

Kata setan berasal dari kata syaithana artinya menjauh. Dinamai setan karena jauhnya dia dari kebenaran. (Shabuni, 1977, hal. 17). Setan merupakan keturunan (anak cucu) iblis, yaitu yang pertama kali membangkang ketika diperintah sujud kepada Nabi Adam a.s. Sementara itu Yunahar Ilyas dalam bukunya Kuliah Aqidah Islam menyatakan, iblis itulah nenek moyang seluruh setan, yang seluruhnya selalu durhaka kepada Allâh SWT dan bertekad untuk menggoda umat manusia (anak cucu Adam) mengikuti langkah mereka menentang perintah Allâh SWT.

Manusia yang mukallaf (diperintahkan untuk mengerjakan syari’at agama) adalah objek yang menarik bagi setan. Manusia yang sudah baligh dan mumayiz (sudah bisa membedakan baik dan buruk) adalah sasaran empuk mereka. Bisa menyebarkan kesesatan di antara manusia menjadi cita-cita akbar. Merebut hamba-hamba dari jalan-Nya untuk dijadikan budak (pengikut) mereka adalah dambaan bagi mereka.

Manusia yang menjadi pengikut setan ini disebut golongan setan (hizbu al-syaithan). Yaitu mereka yang sadar ataupun tidak sadar telah mengikuti kebobrokan perbuatan-perbuatan setan. Cirinya ialah pertama, mereka dikuasai setan, kedua, mereka lupa kepada Allâh SWT. Seperti yang telah Allâh jelaskan dalam surah al-Mujâdalah [58]: 19, Setan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allâh, mereka itulah golongan setan. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan setan itulah golongan yang merugi.

Dalam menjalankan ekspansinya untuk menyesatkan manusia (tadhlil), setidaknya ada delapan cara yang digencarkan oleh setan untuk dapat menguasai manusia. Cara-cara itu ialah [1] Waswasah (bisikan), [2] Nis-yan (membuat lupa), [3] Tamanni (angan-angan), [4] Tazyin (memandang indah maksiat), [5] Wa’dun (janji palsu), [6] Kaidun (tipu daya), [7] shaddun (menghalangi ke jalan Allâh), [8] ‘Adawah (biang permusuhan).



Waswasah (Bisikan)

Setan membisikkan manusia ke jalan kesesatan melalui berbagai perihal. Ketika berdiri, duduk, berjalan, bekerja, dan di setiap aktivitas. Setan tak pernah merasa lelah dan menyerah membelokkan jalan manusia. Ketika bekerja setan akan beraksi dengan menawarkan kesenangan dunia. Bisikan-bisikannya tajam nan menggiurkan, tak lain seputar manisnya dunia. Mensugesti manusia bahwa akhirat itu belum pasti adanya, sehingga mengajak manusia mengutamakan dunia dari pada akhirat. Membuyarkan niat ikhlas manusia untuk beramal ibadah dalam rangka mengharap ridha-Nya.



Nis-yan (Membuat lupa)

Setan melupakan manusia dari mengingat Allâh dalam setiap aktivitas kita. Orientasi kerja yang seharusnya untuk mengharap ridha-Nya dilenyapkan dari pikiran kita dan dibelokkan menjadi orientasi pemenuhan kebutuhan keduniaan semata. Berbagai komitmen menjalankan syari’at (jujur, bersungguh-sungguh, disiplin, dsb) perlahan-lahan dihapus dari memori kita. Sehingga pelan-pelan kita mulai menabrak batas-batas syari’at.

Allâh SWT berfirman, “Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika setan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zhalim itu sesudah teringat (akan larangan itu)” (Q.S. al-An’âm [6]: 68)



Tamani (Angan-angan)

Setan merekayasa sehingga pikiran kita penuh khayalan dan angan-angan kosong. Dalam keadaan apapun setan akan membuyarkan konsentrasi. Apabila setan sudah berhasil membuat kita lepas konsentrasi, maka selanjutnya setan membuat kita betah berkhayal. Hal ini telah ditegaskan Allâh SWT dalam Q.S al-Nisâ’, “Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka …” (Q.S.al-Nisâ’ [4]: 19). Dan dikuatkan lagi pada ayat selanjutnya, “Setan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal setan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka” (Q.S. al-Nisâ’ [4]: 19)



Tazyin (Memandang indah maksiat)

Dengan segala kelihaiannya, berbagai bentuk kemaksiatan itu baik yang kecil maupun yang besar, dikemas dengan begitu menariknya. Apa yang menjadi tawaran setan seolah hal yang mampu membuat penasaran sehingga tidak sedikit manusia yang tergoda. Setan pandai memutar keadaan, mana yang baik di mata Allâh dijadikan menjemukan di mata manusia. Dan apa-apa yang buruk dijadikan menarik bagi manusia. Iblis berkata, “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma’siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya” (Q.S. al-Hijr [15]: 39)



Wa’dun (Janji palsu)

Tak ada yang ditawarkan setan selain janji palsu yang pada saat di akhirat ia tak akan mau menepatinya. Setan akan mengakui bahwa apa yang telah dijanjikannya adalah janji palsu, sekadar agar manusia mau mengikuti jalannya. Simaklah ayat berikut, “Dan berkatalah setan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan, “Sesungguhnya Allâh telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku akan tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamupun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allâh) sejak dahulu.” Sesungguhnya orang-orang yang zhalim itu mendapat siksaan yang pedih” (Q.S. Ibrahim [14]: 22)



Kaidun (Tipu daya)

Karena sudah tau bahwa jalannya menyekutukan Allâh adalah sesat maka setan yakin pasti manusia tak akan ada yang mau mengikutinya. Oleh karena itu, dengan bualan manisnya, dalam merekrut pengikutnya setan menggunakan jalan menipu dan memperdaya. Bagi orang yang masih lemah imannya tentu akan dengan mudah ditipu dan diperdaya olehnya. Namun bagi yang telah memantapkan iman dan mengokohkan aqidah, maka perisai ketauhidan akan menjaganya dari tipuan setan. “Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya” (Q.S. al-Nahl [16]: 99)



Shaddun (Menghalangi ke jalan Allâh)

Ketika kita berniat melakukan kebaikan, mereka akan selalu mengusik sehingga tak jarang kita dibuat ragu memulai pekerjaan. Kita dihalang-halangi sehingga kita berpikir ulang untuk melakukan suatu kebajikan. Setan membuat kita berpikir “nanti dulu” atau “sebentar lagi”. Mereka mengulur-ulur waktu agar kita tak segera memulai aktivitas. Mereka itu akan menjadi penghambat atau bahkan pembatal kita dalam berbuat kebaikan. Gangguan mereka akan terus ada hingga kita mengurungkan niat bekerja atau menanggalkan pekerjaan yang sedang kita lakukan.



‘Adawah (Biang permusuhan)

Sudah menjadi sunnatullâh bahwa di antara manusia itu pasti ada perbedaan. Mulai dari hal kecil sampai hal yang besar dan rumit. Dalam interaksi itu, hendaknya kita bersikap bijak, tetap tenang, dan saling menghargai. Sebab sedikit kesalahan berkomunikasi akan rawan sekali menimbulkan permusuhan di antara sesama manusia. “Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu…” (Q.S. al-Mâ’idah [5]: 91)

Demikianlah berbagai jalan yang ditempuh setan dalam menyesatkan anak cucu Adam. Ibnu al-Qayyim rahimahullâh menyatakan bahwa jihad paling wajib ialah jihad melawan jiwa, jihad melawan hawa nafsu, jihad melawan setan, dan jihad melawan dunia. Siapa berjihad melawan keempat hal itu karena Allâh, Dia memberinya petunjuk kepada jalan-jalan keridhaan-Nya, yang membawanya ke surga-Nya. Sebaliknya, siapa tidak berjihad melawan keempat hal itu, ia gagal mendapatkan petunjuk dan kadar kegagalannya tergantung kepada sejauh mana ia meninggalkan jihad. Semoga kita selalu mampu untuk saling menasihati agar sama-sama terhindar dari ajakan setan. Amîn.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar