Seluruh manusia yang hidup di dunia ini tak akan mampu keluar atau menghindari musibah. Bila kita berbicara tentang musibah, yang terfikirkan dalam otak kita adalah sesuatu yang buruk telah terjadi, merugikan orang yang ditimpanya, mengakibatkan kesedihan dan kepedihan hidup. Seluruh manusia tidak suka bila ditimpa musibah. Namun, untuk ummat muslim sesungguhnya setiap apa yang dilaluinya penuh hikmah, apabila ia ditimpa kesenangan ia bersyukur maka baiklah baginya, dan apabila ditimpa musibah ia bersabar maka baiklah baginya. Sesungguhnya selalu terdapat hikmah dibalik setiap musibah.
hikmah dibalik musibah sabar
Sebuah musibah tidak akan berakibat baik bila kita tidak mengetahui dan menemukan hikmah dibalik musibah. Sesungguhnya di balik musibah itu terdapat hikmah dan pelajaran yang banyak bagi mereka yang bersabar dan menyerahkan semuanya kepada Allah yang telah mentakdirkan itu semua untuk hamba-Nya, diantara hikmah yang bisa kita petik antara lain adalah:
Musibah akan mendidik jiwa dan menyucikannya dari dosa dan kemaksiatan
Allah Ta’ala berfirman:
وَمَآأَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا عَن كَثِيرٍ ( الشورى: 30)
artinya, “Apa saja musibah yang menimpa kamu maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS asy Syura: 30)
Dalam ayat ini terdapat kabar gembira sekaligus ancaman jika kita mengetahui bahwa musibah yang kita alami adalah merupakan hukuman atas dosa-dosa kita. Hikmah dibalik musibahnya adalah agar kita selalu menjaga diri dari perbuatan dosa dan kemaksiatan sehingga terhindarkan dari musibah. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu bahwa Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: ”Tidak ada penyakit, kesedihan dan bahaya yang menimpa seorang mukmin hinggga duri yang menusuknya melain-kan Allah akan mengampuni kesalahan-kesalahannya dengan semua itu.” (HR. Bukhari)
Sebagian ulama salaf berkata, “Kalau bukan karena musibah-musibah yang kita alami di dunia, niscaya kita akan datang di hari kiamat dalam keadaan pailit (sangat sulit).”
Mendapatkan kebahagiaan (pahala) tak terhingga di akhirat.
Itu merupakan balasan dari musibah yang diderita oleh seorang hamba sewaktu di dunia, sebab kegetiran hidup yang dirasakan seorang hamba ketika di dunia akan berubah menjadi kenikmatan di akhirat dan sebaliknya. Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda, ”Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir.”
Musibah Sebagai parameter kesabaran seorang hamba.
hikmah dibalik musibah lainya adalah sebagai ujian kesabaran. Sebagaimana dituturkan, bahwa seandainya tidak ada ujian maka tidak akan tampak keutamaan sabar. Apabila ada kesabaran maka akan muncul segala macam kebaikan yang menyertainya, namun jika tidak ada kesabaran maka akan lenyap pula kebaikan itu.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda, “Sungguh menakjubkan kondisi seorang mukmin, sesungguhnya semua urusannya adalah baik baginya. Jika memperoleh kelapangan lalu ia bersyukur maka itu adalah baik baginya. Dan jika ditimpa kesempitan lalu ia bersabar maka itupun baik baginya (juga).”
Musibah Dapat memurnikan tauhid dan menautkan hati kepada Allah.
Agar ingat dan berdoa kepada Allah SWT adalah hikmah dibalik musibah juga. Dalam surat Fushilat ayat 51 Allah berfirman,
وَإِذَآ أَنْعَمْنَا عَلَى اْلإِنسَانِ أَعْرَضَ وَنَئَا بِجَانِبِهِ وَإِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ فَذُو دُعَآءٍ عَرِيضٍ (فصلت:51 )
artinya, “Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri; tetapi apabila ia ditimpa malapetaka maka ia banyak berdo’a.”
Musibah dapat menyebabkan seorang hamba berdoa dengan sungguh-sungguh, tawakkal dan ikhlas dalam memohon. Dengan kembali kepada Allah (inabah) seorang hamba akan merasakan manisnya iman, yang lebih nikmat dari lenyapnya penyakit yang diderita. Apabila seseorang ditimpa musibah baik berupa kefakiran, penyakit dan lainnya maka hendaknya hanya berdo’a dan memohon pertolongan kepada.
Musibah Dapat mengikis sikap sombong, ujub dan keras kepala.
Jika seorang hamba kondisinya serba baik dan tak pernah ditimpa musibah maka biasanya ia akan bertindak melampaui batas, lupa awal kejadiannya dan lupa tujuan akhir dari kehidupannya. Akan tetapi ketika ia ditimpa sakit, kesakitan bahkan mati, maka ia tak mampu memberi manfaat dan menolak bahaya dari dirinya. Dengan musibah ia akan menyadari kelemahanya dan ketidakberdayaanya tanpa pertolongan Allah. Kesadaran inilah yang akan mendorong manusia untuk membuang sikap sombing, ujub dan keras kepala.
Merupakan indikasi bahwa Allah menghendaki kebaikan.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah secara marfu’ bahwa Rasulullah n bersabda, ”Barang siapa yang dikehen-daki oleh Allah kebaikan maka Allah akan menimpakan musibah kepadanya.” (HR al Bukhari). Seorang mukmin meskipun hidupnya sarat dengan ujian dan musibah namun hati dan jiwanya tetap sehat. Hikmah dibalik musibah bisa jadi Allah menghendaki kebaikan atas diri kita.
Dengan adanya musibah seseorang akan mengetahui betapa besarnya nikmat keselamatan dan ‘afiyah (kesehatan)
Jika seseorang selalu dalam keadaan senang dan sehat maka ia tidak akan mengetahui derita orang yang tertimpa cobaan dan kesusahan, dan ia tidak akan tahu pula besarnya nikmat yang ia peroleh. Maka ketika seorang hamba terkena musibah, diharapkan agar ia bisa betapa mahalnya nikmat yang selama ini ia terima dari Allah.
Segala sesuatu akan bernilai bila kita dapat menemukan hikmah dibalik itu semua. Tak terkecuali juga untuk sesuatu yang buruk, pastilah bila kita mencermati akan ada hikmah dibalik musibah. Semoga artikel pendek ini dapat terus menambah keimana kita dan menghindarkan kita dari dosa-dosa dan kejelekan diri kita sendiri sehingga menghindarkan kita dari musibah dan menghantarkan kita kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Sumber: ebook فوائد المصيبة dengan beberapa tambahan dan pengurangan dari imtaq.com
Tampilkan postingan dengan label mutiara di balik musibah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label mutiara di balik musibah. Tampilkan semua postingan
Jumat, 10 Agustus 2012
Kamis, 14 Juni 2012
Bencana yang tiada akhirnya
KAPANKAH BENCANA INI AKAN BERAKHIR ?
Pernahkah Anda jatuh ke tempat yang paling dalam hingga Anda sendiri tak yakin dapat bangkit kembali ? Pernahkah Anda kecewa karena semua orang terdekat pergi meninggalkan di saat Anda sedang berada dalam kemalangan? Pernahkah Anda marah karena teman-teman Anda hanya hadir di saat suka? Di saat Anda tertimpa bencana, mereka justru menganggap Anda menderita penyakit yang menular dan menceritakan keburukan-keburukan Anda di belakang? Pernahkah Anda merasa sendiri, kedinginan, dan ketakutan, bagaikan bayi telanjang yang rindu akan dekapan hangat orang tuanya? Pernahkah Anda tidur meringkuk di pojok ruangan sambil menangis dan tak yakin dapat menghadapi hari esok? Pernahkah Anda selalu berdoa namun dunia seakan terus menekan dada Anda hingga terasa sesak kehabisan nafas? Di saat itulah titik terendah dalam hidup Anda, sekaligus dapat menjadi titik balik dari keimanan Anda.
Hal-hal seperti itulah yang pernah penulis alami saat mengalami musibah yang teramat berat.
Tapi cobalah lihat bagaimana Allah menciptakan alam di sekeliling kita. Perhatikan bagaimana matahari selalu mengitari bumi dan malam menggantikan siang. Mereka selalu tepat waktu. Allah selalu tepat waktu. Malam akan digantikan oleh siang, demikian pula musibah pun selalu ada akhirnya.
Bagaimana mungkin kita memohon munculnya Matahari disaat malam tiba? Atau memohon munculnya Rembulan di saat Matahari sedang tinggi-tinginya? Bagaimana mungkin Allah mengabulkan doa yang tidak sesuai dengan ketetapan-Nya?
Setiap kejadian selalu ada waktunya, dan musibah selalu ada akhirnya. Semuanya akan datang dan berakhir di waktu yang tepat. Tidak dapat dimajukan atau dimundurkan sebagaimana malam akan digantikan oleh siang.
Kita sering terbuai oleh berbagai cerita indah di media cetak ataupun elektronik tentang seseorang yang mengalami musibah kemudian mendapatkan mukjizat sehingga musibahnya segera berakhir dengan cepat. Bahkan dalam hitungan menit. Kemudian kita pun berharap mukjizat tersebut menjadi kenyataan kepada diri kita. Lalu kita berdoa agar semua kesulitan kita diangkat secepatnya. Namun apa yang terjadi bila Allah menangguhkan doa kita? apakah kita merasa kecewa kepada-Nya?
Bila memang sudah takdirnya musibah itu berakhir maka tentu akan berakhir. Sebagaimana fajar akan menggantikan malam. Bila belum saatnya, maka kita tak dapat memajukannya atau memundurkannya. Sebagaimana kita memohon rembulan di saat matahari sedang berada di tinggi langit. Adalah sifat manusia yang menginginkan segala sesuatu terjadi dengan cepat dengan tergesa-gesa. Sebagaimana kita menghendaki harta besar dengan waktu yang cepat, dan musibah berupa kesulitan untuk berakhir dengan cepat pula.
Dan manusia berdoa untuk kejahatan sebagaimana ia berdoa untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa. (Q.S.17/ Al Israa’: 11)
Mukjizat sesungguhnya terjadi bila kita tetap bersabar kepada Allah SWT. (lihat Kaizen Sabar). Bila hari ini belum dikabulkan, teruslah berusaha, bersabar, dan berdoa. Bila minggu ini belum dikabulkan, bila bulan depan belum dikabulkan, bila tahun depan belum dikabulkan, teruslah berusaha hingga kau berhasil. Keberhasilan yang sesungguhnya bukan terletak pada seberapa besar harta atau keinginan yang dapat kau raih. Namun keberhasilan yang sesungguhnya adalah bila kita berhasil mengalahkan diri kita sendiri dan berjuang hanya dan karena Allah SWT. Berjuanglah untuk membuktikan bahwa Anda dapat lulus dari ujian-Nya, berjuanglah untuk membuktikan bahwa Anda tidak putus asa untuk selalu mengharap Ridho-Nya.
Janganlah merasa bosan untuk berjuang, berdoa dan bersabar. Sehari, seminggu, sebulan, setahun, sampai maut memisahkan raga kita. Jangan pernah salahkan Allah bila Dia menunda doamu. Karena walaupun Anda tidak mendapatkan balasan di dunia atas apa yang Anda minta dalam doa, Anda tetap tidak akan rugi. Selalu ingatlah atas pahala bagi Anda di akhirat atas doa-doa yang tidak dikabulkan di dunia, insya Allah Anda akan merasa terhibur. Ingatlah atas keabadian di surga dan kefanaan di dunia. Ingatlah bahwa dunia selalu menjadi penjara bagi kaum mukmin dan surga bagi si kafir. Dunia adalah tempat dimana Anda tak dapat memilikinya. Dunia penuh tipu daya dan hanya permainan belaka.(http://mutiaradibalikmusibah.blogspot.com)
Pernahkah Anda jatuh ke tempat yang paling dalam hingga Anda sendiri tak yakin dapat bangkit kembali ? Pernahkah Anda kecewa karena semua orang terdekat pergi meninggalkan di saat Anda sedang berada dalam kemalangan? Pernahkah Anda marah karena teman-teman Anda hanya hadir di saat suka? Di saat Anda tertimpa bencana, mereka justru menganggap Anda menderita penyakit yang menular dan menceritakan keburukan-keburukan Anda di belakang? Pernahkah Anda merasa sendiri, kedinginan, dan ketakutan, bagaikan bayi telanjang yang rindu akan dekapan hangat orang tuanya? Pernahkah Anda tidur meringkuk di pojok ruangan sambil menangis dan tak yakin dapat menghadapi hari esok? Pernahkah Anda selalu berdoa namun dunia seakan terus menekan dada Anda hingga terasa sesak kehabisan nafas? Di saat itulah titik terendah dalam hidup Anda, sekaligus dapat menjadi titik balik dari keimanan Anda.
Hal-hal seperti itulah yang pernah penulis alami saat mengalami musibah yang teramat berat.
Tapi cobalah lihat bagaimana Allah menciptakan alam di sekeliling kita. Perhatikan bagaimana matahari selalu mengitari bumi dan malam menggantikan siang. Mereka selalu tepat waktu. Allah selalu tepat waktu. Malam akan digantikan oleh siang, demikian pula musibah pun selalu ada akhirnya.
Bagaimana mungkin kita memohon munculnya Matahari disaat malam tiba? Atau memohon munculnya Rembulan di saat Matahari sedang tinggi-tinginya? Bagaimana mungkin Allah mengabulkan doa yang tidak sesuai dengan ketetapan-Nya?
Setiap kejadian selalu ada waktunya, dan musibah selalu ada akhirnya. Semuanya akan datang dan berakhir di waktu yang tepat. Tidak dapat dimajukan atau dimundurkan sebagaimana malam akan digantikan oleh siang.
Kita sering terbuai oleh berbagai cerita indah di media cetak ataupun elektronik tentang seseorang yang mengalami musibah kemudian mendapatkan mukjizat sehingga musibahnya segera berakhir dengan cepat. Bahkan dalam hitungan menit. Kemudian kita pun berharap mukjizat tersebut menjadi kenyataan kepada diri kita. Lalu kita berdoa agar semua kesulitan kita diangkat secepatnya. Namun apa yang terjadi bila Allah menangguhkan doa kita? apakah kita merasa kecewa kepada-Nya?
Bila memang sudah takdirnya musibah itu berakhir maka tentu akan berakhir. Sebagaimana fajar akan menggantikan malam. Bila belum saatnya, maka kita tak dapat memajukannya atau memundurkannya. Sebagaimana kita memohon rembulan di saat matahari sedang berada di tinggi langit. Adalah sifat manusia yang menginginkan segala sesuatu terjadi dengan cepat dengan tergesa-gesa. Sebagaimana kita menghendaki harta besar dengan waktu yang cepat, dan musibah berupa kesulitan untuk berakhir dengan cepat pula.
Dan manusia berdoa untuk kejahatan sebagaimana ia berdoa untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa. (Q.S.17/ Al Israa’: 11)
Mukjizat sesungguhnya terjadi bila kita tetap bersabar kepada Allah SWT. (lihat Kaizen Sabar). Bila hari ini belum dikabulkan, teruslah berusaha, bersabar, dan berdoa. Bila minggu ini belum dikabulkan, bila bulan depan belum dikabulkan, bila tahun depan belum dikabulkan, teruslah berusaha hingga kau berhasil. Keberhasilan yang sesungguhnya bukan terletak pada seberapa besar harta atau keinginan yang dapat kau raih. Namun keberhasilan yang sesungguhnya adalah bila kita berhasil mengalahkan diri kita sendiri dan berjuang hanya dan karena Allah SWT. Berjuanglah untuk membuktikan bahwa Anda dapat lulus dari ujian-Nya, berjuanglah untuk membuktikan bahwa Anda tidak putus asa untuk selalu mengharap Ridho-Nya.
Janganlah merasa bosan untuk berjuang, berdoa dan bersabar. Sehari, seminggu, sebulan, setahun, sampai maut memisahkan raga kita. Jangan pernah salahkan Allah bila Dia menunda doamu. Karena walaupun Anda tidak mendapatkan balasan di dunia atas apa yang Anda minta dalam doa, Anda tetap tidak akan rugi. Selalu ingatlah atas pahala bagi Anda di akhirat atas doa-doa yang tidak dikabulkan di dunia, insya Allah Anda akan merasa terhibur. Ingatlah atas keabadian di surga dan kefanaan di dunia. Ingatlah bahwa dunia selalu menjadi penjara bagi kaum mukmin dan surga bagi si kafir. Dunia adalah tempat dimana Anda tak dapat memilikinya. Dunia penuh tipu daya dan hanya permainan belaka.(http://mutiaradibalikmusibah.blogspot.com)
Bersyukur Karena Musibah
Beberapa dari pembaca pasti akan mengerutkan dahinya ketika membaca topik ini. Bagaimana mungkin manusia dapat bersyukur karena musibah bencana yang ia hadapi ?
(11) Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata. (Q.S.22/ Al Hajj: 11)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa, “Datangnya musibah-musibah adalah nikmat. Karena bencana menjadi sebab untuk dihapuskannya dosa-dosa. Ia juga menuntut kesabaran, sehingga orang yang tertimpa musibah dan tetap bersabar akan mendapatkan pahala”. Bukankah hal tersebut adalah nikmat yang paling agung ? Maka musibah bencana adalah rahmat Allah yang paling agung kepada mahluk-Nya, kecuali apabila orang yang tertimpa musibah tersebut justru terjerumus kepada kemaksiatan. Apabila hal tersebut terjadi kepadanya maka itu akan menjadi keburukan baginya.
Empat tingkatan orang yang mendapat bencana
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan, bahwa ada empat tingkatan orang ketika menghadapi musibah:
Tingkatan pertama: marah
Tingkatan marah ini meliputi tiga keadaan: 1. Ia menyimpan perasaan marah di dalam hati kepada Allah. Sehingga dia pun marah kepada apa yang ditetapkan Allah kepada dirinya. Hal ini adalah haram bahkan bisa menjerumuskan kepada kekafiran. 2. Kemarahan diekspresikan dengan ucapan. Seperti mendoakan kecelakaan dan kebinasaan, atau ucapan semacamnya. Hal seperti ini juga haram hukumnya. 3. Kemarahannya sampai meluap-luap sehingga terekspresikan dengan tindakan anggota badan. Seperti menampar-nampar pipi, merobek-robek pakaian. Mencabuti rambut dan perbuatan semacamnya. Perbuatan ini haram hukumnya dan meniadakan sifat sabar yang wajib ada.
Tingkatan kedua: bersabar
Walaupun musibah yang ia terima teramat berat, namun orang tersebut masih bisa bersabar dan tabah dalam menanggungnya. Dia merasa tidak senang atas musibah yang terjadi terhadap dirinya. Tapi imannya masih dapat menjaganya untuk tidak marah. Terjadinya musibah tersebut dengan tidak terjadinya musibah masih terdapat perbedaan baginya. Ini adalah tingkatan yang wajib. Sebab Allah SWT telah memerintahkan untuk bersabar.
Tingkatan ketiga: merasa ridho
Perbedaan yang mendasar antara tingkatan ketiga ini dibanding tingkatan kedua adalah pada tingkatan ini, ada atau tidak adanya musibah betapapun beratnya bagi orang yang mengalaminya adalah sama saja. Orang tersebut ridho terhadap musibah yang menimpanya. Ia merasa yakin kepada Allah bahwa musibah yang diturunkan kepadanya adalah semata-mata untuk kebaikan dirinya. Sehingga ada atau tidak adanya musibah tidak ada bedanya bagi orang tersebut
Tingkatan keempat: bersyukur
Ini adalah tingkatan tertinggi. Ia justru bersyukur kepada Allah atas terjadinya musibah yang menimpanya. Orang tersebut menyadari, seberapapun ringan atau beratnya musibah adalah faktor bagi terhapusnya dosa-dosa yang pernah ia lakukan. Bahkan terkadang bisa menjadi sumber penambah amal kebaikan.
Syaikh Shalih Alu Syaikh Hafizhohulloh dalam Syarah Arba’in An-Nawawi pun mengungkapkan hal yang sama. Beliau mengatakan bahwa ketika tertimpa musibah, di samping wajib untuk bersabar, juga disunahkan untuk ridho bahkan jika mampu, bersyukur. (http://mutiaradibalikmusibah.blogspot.com)
(11) Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata. (Q.S.22/ Al Hajj: 11)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa, “Datangnya musibah-musibah adalah nikmat. Karena bencana menjadi sebab untuk dihapuskannya dosa-dosa. Ia juga menuntut kesabaran, sehingga orang yang tertimpa musibah dan tetap bersabar akan mendapatkan pahala”. Bukankah hal tersebut adalah nikmat yang paling agung ? Maka musibah bencana adalah rahmat Allah yang paling agung kepada mahluk-Nya, kecuali apabila orang yang tertimpa musibah tersebut justru terjerumus kepada kemaksiatan. Apabila hal tersebut terjadi kepadanya maka itu akan menjadi keburukan baginya.
Empat tingkatan orang yang mendapat bencana
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan, bahwa ada empat tingkatan orang ketika menghadapi musibah:
Tingkatan pertama: marah
Tingkatan marah ini meliputi tiga keadaan: 1. Ia menyimpan perasaan marah di dalam hati kepada Allah. Sehingga dia pun marah kepada apa yang ditetapkan Allah kepada dirinya. Hal ini adalah haram bahkan bisa menjerumuskan kepada kekafiran. 2. Kemarahan diekspresikan dengan ucapan. Seperti mendoakan kecelakaan dan kebinasaan, atau ucapan semacamnya. Hal seperti ini juga haram hukumnya. 3. Kemarahannya sampai meluap-luap sehingga terekspresikan dengan tindakan anggota badan. Seperti menampar-nampar pipi, merobek-robek pakaian. Mencabuti rambut dan perbuatan semacamnya. Perbuatan ini haram hukumnya dan meniadakan sifat sabar yang wajib ada.
Tingkatan kedua: bersabar
Walaupun musibah yang ia terima teramat berat, namun orang tersebut masih bisa bersabar dan tabah dalam menanggungnya. Dia merasa tidak senang atas musibah yang terjadi terhadap dirinya. Tapi imannya masih dapat menjaganya untuk tidak marah. Terjadinya musibah tersebut dengan tidak terjadinya musibah masih terdapat perbedaan baginya. Ini adalah tingkatan yang wajib. Sebab Allah SWT telah memerintahkan untuk bersabar.
Tingkatan ketiga: merasa ridho
Perbedaan yang mendasar antara tingkatan ketiga ini dibanding tingkatan kedua adalah pada tingkatan ini, ada atau tidak adanya musibah betapapun beratnya bagi orang yang mengalaminya adalah sama saja. Orang tersebut ridho terhadap musibah yang menimpanya. Ia merasa yakin kepada Allah bahwa musibah yang diturunkan kepadanya adalah semata-mata untuk kebaikan dirinya. Sehingga ada atau tidak adanya musibah tidak ada bedanya bagi orang tersebut
Tingkatan keempat: bersyukur
Ini adalah tingkatan tertinggi. Ia justru bersyukur kepada Allah atas terjadinya musibah yang menimpanya. Orang tersebut menyadari, seberapapun ringan atau beratnya musibah adalah faktor bagi terhapusnya dosa-dosa yang pernah ia lakukan. Bahkan terkadang bisa menjadi sumber penambah amal kebaikan.
Syaikh Shalih Alu Syaikh Hafizhohulloh dalam Syarah Arba’in An-Nawawi pun mengungkapkan hal yang sama. Beliau mengatakan bahwa ketika tertimpa musibah, di samping wajib untuk bersabar, juga disunahkan untuk ridho bahkan jika mampu, bersyukur. (http://mutiaradibalikmusibah.blogspot.com)
MUTIARA DI BALIK MUSIBAH
MUTIARA DI BALIK MUSIBAH
Kumpulan Hadis Qudsi yang menerangkan bahwa Surga adalah balasan bagi kaum mukmin yang sabar dalam menghadapi musibah berupa bencana.
Siapakah orang-orang yang medapat musibah terbesar?
Dari Sa’ad, ia berkata: bahwa Rasulullah telah bersabda:
“Manusia yang paling berat ujiannya adalah para Nabi, kemudian orang-orang shalih yang meneladaninya. Seseorang akan diuji menurut kekuatan agamanya (imannya), apabila agamanya kuat maka makin berat ujiannya, apabila agamanya kurang kuat maka dia diuji menurut kadar kekuatannya, dia akan diuji terus , sehingga ia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih (tidak berdosa)”.
“Dari Aisyah ra., dia berkata: bahwa Rasulullah telah bersabda: “Sesungguhnya orang-orang shalih akan diperberat (musibah) atas mereka. Dan tidaklah seorang mukmin tertimpa suatu musibah, seperti tertusuk duri atau lebih ringan dari itu, kecuali akan dihapus dosa-dosanya dan akan ditingkatkan derajatnya”. (H.R. Ahmad, Ibnu Hibban, al-Hakim dan Baihaqi)
“Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, maka didahulukan baginya hukuman di dunia (berupa musibah dan kesusahan agar terhapus dosa-dosanya), dan apabila Dia menghendaki keburukan pada hamba-Nya, maka Dia akan menahan darinya (membiarkannya) dengan dosa-dosanya sehingga (dosa-dosa tersebut) dibalas pada hari kiamat”. (H.R. Turmudzi, dia berkata: Hadis Hasan).
“Sesungguhnya, besarnya balasan sesuai dengan besarnya musibah. Dan sesungguhnya jika Allah mencintai kepada suatu kaum, maka mereka akan diuji dengan berbagai macam musibah. Barang siapa yang ridho, maka dia akan diridhoi oleh Allah. Dan barang siapa yang tidak menerima (atas musibah tersebut), maka dia akan dimurkai Allah.” (H.R. Turmudzi, dia berkata: Hadis Hasan).
Hadis qudsi mengenai balasan atas bencana
Dari Anas bin Malik, ia berkata : "Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda : "Sesungguhnya Allah berfirman : "Apabila Aku menguji hambaku dengan kedua kesayangannya lalu ia bersabar maka Aku menggantikannya dengan sorga". (Hadits ditakhrij oleh Bukhari).
Dari Anas bin Malik ra., ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Sesungguhnya Allah berfirman : "Apabila Aku mengambil kedua kehormatan hamba-Ku di dunia, maka balasannya di sisi-Ku adalah sorga . (Hadits ditakhrij oleh Turmudzi).
Dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : Allah Ta'ala berfirman : "Tidak ada balasan disisi-Ku bagi hamba-Ku yang mu'min apabila aku mematikan kekasihnya dari penghuni dunia dan ia mengharap pahalanya, melainkan sorga". (Hadits ditakhrij oleh Bukhari).
Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi SAW beliau bersabda : "Tidaklah dua orang Muslim yang tiga orang anaknya yang belum dewasa meninggal dunia melainkan Allah memasukkannya ke sorga sebab anugerah rahmat-Nya kepada mereka". Beliau bersabda : "Dikatakan kepada mereka : "Masuklah ke sorga". Mereka menjawab : "Sehingga orang tua kami masuk (sorga)". Dia berfirman : "Masuklah kamu ke (sorga) dan orang tuamu". (Hadits ditakhrij oleh An Nasa'i).
Dari Abu Umamah ra. dari Nabi SAW, beliau bersabda : "Allah Yang Maha Suci berfirman : "Hai anak Adam, jika kamu sabar dan mengharapkan pahala pada kejadian pertama, aku tidak merelakan pahala untukmu selain sorga". (Hadits ditakhrij oleh Ibnu Majah).
Dari Abu Musa Al Asy'ari ra. bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : "Apabila anak manusia meninggal maka Allah berfirman kepada Malaikat-Nya : "Kamu matikan anak hamba-Ku ?". Mereka menjawab, "Ya". Dia berfirman : "Kamu matikan buah hatinya ?" Mereka menjawab : "Ya". Dia berfirman : "Apakah yang diucapkan oleh hamba-Ku?" Mereka menjawab : "Memuji dan mengembalikannya kepada-Mu (membaca istirja')". Allah berfirman : "Bangunlah rumah untuk hamba-Ku di sorga, dan berilah nama Baitul Hamdi (rumah pujian)". (Hadits ditakhrij oleh Tirmidzi).
Dari Atha' bin Abu Rabbah, dia berkata. "Ibnu Abbas pernah berkata kepadaku. 'Maukah kutunjukkan kepadamu seorang wanita penghuni sorga ? Aku menjawab. 'Ya'. Dia (Ibnu Abbas) berkata. "Wanita berkulit hitam itu pernah mendatangi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, seraya berkata. 'Sesungguhnya aku sakit ayan dan (auratku) terbuka. Maka berdoalah bagi diriku. Beliau berkata. 'Apabila engkau menghendaki, maka engkau bisa bersabar dan bagimu adalah sorga. Dan, apabila engkau menghendaki bisa berdo'a sendiri kepada Allah hingga Dia memberimu kesembuhan. Lalu wanita itu berkata. 'Aku akan bersabar. Wanita itu berkata lagi. 'Sesungguhnya (auratku) terbuka. Maka berdo'alah kepada Allah bagi diriku agar (auratku) tidak terbuka'. Maka beliau pun berdoa bagi wanita tersebut". (Ditakhrij Al-Bukhari 7/150. Muslim 16/131)
Dan yang terpenting:
“Demi Kejayaan dan Keagungan-Ku, tidak akan Aku matikan hamba-Ku yang telah Aku kehendaki kebaikan baginya, sehingga Aku menghapuskan dosa-dosa yang pernah ia lakukan melalui rasa sakit di badannya, kerugian pada hartanya dan kematian anaknya. Maka apabila masih terdapat dosa padanya, Aku perberat baginya sakaratul maut, sehingga dia menemui Aku seperti saat ia dilahirkan dari rahim ibunya (tidak mengemban suatu dosapun)”.(Hadis Qudsi: Lihat juga Musnad Imam Ahmad Juz III/29, 41)
“Dan demi Kejayaan dan Keagungan-Ku, tidak akan Aku mematikan hamba-Ku yang Aku tetapkan keburukan atasnya, sehingga Aku menghapuskan perbuatan-perbuatan baiknya melalui kesehatan tubuhnya (tidak pernah sakit), bertambah hartanya dan bertambah anaknya, maka sekiranya masih ada kebaikan padanya, Aku ringankan baginya sakaratul maut sehingga dia menghadap kepada-Ku dalam keadaan tidak memiliki kebaikan apapun”. (Hadis Qudsi: Lihat juga Musnad Imam Ahmad Juz III/29, 41)
Kaget ?
Dari dua kutipan hadis qudsi diatas dapat kita simpulkan bahwa, logika manusia yang sempit tak kan pernah dapat memahami Ilmu Allah yang sedemikian luasnya. Coba kita semua renungkan, apa yang sering kita minta di saat berdoa? Harta bertambah? Pangkat atau jabatan? Kelancaran dalam usaha? lalu apa yang terjadi bila Allah belum mengabulkan permintaan kita ? Apakah kita kecewa? Kemudian muncul musibah kesulitan yang tak terduga. Apakah kita tetap bersabar dan yakin bahwa segala sesuatu adalah yang terbaik menurut-Nya ? Masihkah kita mengikuti hawa nafsu untuk mereguk semua kenikmata dunia ? Masihkah kita bertuhan kepada harta, jabatan, dan hawa nafsu ? Masihkah kita tergolong orang-orang yang ditutup pintu hatinya oleh Allah untuk mengetahui kebenaran yang sesungguhnya ?
"Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?" (Q.S.45/ Al Jaatsiyah: 23)
(http://mutiaradibalikmusibah.blogspot.com)
Kumpulan Hadis Qudsi yang menerangkan bahwa Surga adalah balasan bagi kaum mukmin yang sabar dalam menghadapi musibah berupa bencana.
Siapakah orang-orang yang medapat musibah terbesar?
Dari Sa’ad, ia berkata: bahwa Rasulullah telah bersabda:
“Manusia yang paling berat ujiannya adalah para Nabi, kemudian orang-orang shalih yang meneladaninya. Seseorang akan diuji menurut kekuatan agamanya (imannya), apabila agamanya kuat maka makin berat ujiannya, apabila agamanya kurang kuat maka dia diuji menurut kadar kekuatannya, dia akan diuji terus , sehingga ia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih (tidak berdosa)”.
“Dari Aisyah ra., dia berkata: bahwa Rasulullah telah bersabda: “Sesungguhnya orang-orang shalih akan diperberat (musibah) atas mereka. Dan tidaklah seorang mukmin tertimpa suatu musibah, seperti tertusuk duri atau lebih ringan dari itu, kecuali akan dihapus dosa-dosanya dan akan ditingkatkan derajatnya”. (H.R. Ahmad, Ibnu Hibban, al-Hakim dan Baihaqi)
“Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, maka didahulukan baginya hukuman di dunia (berupa musibah dan kesusahan agar terhapus dosa-dosanya), dan apabila Dia menghendaki keburukan pada hamba-Nya, maka Dia akan menahan darinya (membiarkannya) dengan dosa-dosanya sehingga (dosa-dosa tersebut) dibalas pada hari kiamat”. (H.R. Turmudzi, dia berkata: Hadis Hasan).
“Sesungguhnya, besarnya balasan sesuai dengan besarnya musibah. Dan sesungguhnya jika Allah mencintai kepada suatu kaum, maka mereka akan diuji dengan berbagai macam musibah. Barang siapa yang ridho, maka dia akan diridhoi oleh Allah. Dan barang siapa yang tidak menerima (atas musibah tersebut), maka dia akan dimurkai Allah.” (H.R. Turmudzi, dia berkata: Hadis Hasan).
Hadis qudsi mengenai balasan atas bencana
Dari Anas bin Malik, ia berkata : "Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda : "Sesungguhnya Allah berfirman : "Apabila Aku menguji hambaku dengan kedua kesayangannya lalu ia bersabar maka Aku menggantikannya dengan sorga". (Hadits ditakhrij oleh Bukhari).
Dari Anas bin Malik ra., ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Sesungguhnya Allah berfirman : "Apabila Aku mengambil kedua kehormatan hamba-Ku di dunia, maka balasannya di sisi-Ku adalah sorga . (Hadits ditakhrij oleh Turmudzi).
Dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : Allah Ta'ala berfirman : "Tidak ada balasan disisi-Ku bagi hamba-Ku yang mu'min apabila aku mematikan kekasihnya dari penghuni dunia dan ia mengharap pahalanya, melainkan sorga". (Hadits ditakhrij oleh Bukhari).
Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi SAW beliau bersabda : "Tidaklah dua orang Muslim yang tiga orang anaknya yang belum dewasa meninggal dunia melainkan Allah memasukkannya ke sorga sebab anugerah rahmat-Nya kepada mereka". Beliau bersabda : "Dikatakan kepada mereka : "Masuklah ke sorga". Mereka menjawab : "Sehingga orang tua kami masuk (sorga)". Dia berfirman : "Masuklah kamu ke (sorga) dan orang tuamu". (Hadits ditakhrij oleh An Nasa'i).
Dari Abu Umamah ra. dari Nabi SAW, beliau bersabda : "Allah Yang Maha Suci berfirman : "Hai anak Adam, jika kamu sabar dan mengharapkan pahala pada kejadian pertama, aku tidak merelakan pahala untukmu selain sorga". (Hadits ditakhrij oleh Ibnu Majah).
Dari Abu Musa Al Asy'ari ra. bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : "Apabila anak manusia meninggal maka Allah berfirman kepada Malaikat-Nya : "Kamu matikan anak hamba-Ku ?". Mereka menjawab, "Ya". Dia berfirman : "Kamu matikan buah hatinya ?" Mereka menjawab : "Ya". Dia berfirman : "Apakah yang diucapkan oleh hamba-Ku?" Mereka menjawab : "Memuji dan mengembalikannya kepada-Mu (membaca istirja')". Allah berfirman : "Bangunlah rumah untuk hamba-Ku di sorga, dan berilah nama Baitul Hamdi (rumah pujian)". (Hadits ditakhrij oleh Tirmidzi).
Dari Atha' bin Abu Rabbah, dia berkata. "Ibnu Abbas pernah berkata kepadaku. 'Maukah kutunjukkan kepadamu seorang wanita penghuni sorga ? Aku menjawab. 'Ya'. Dia (Ibnu Abbas) berkata. "Wanita berkulit hitam itu pernah mendatangi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, seraya berkata. 'Sesungguhnya aku sakit ayan dan (auratku) terbuka. Maka berdoalah bagi diriku. Beliau berkata. 'Apabila engkau menghendaki, maka engkau bisa bersabar dan bagimu adalah sorga. Dan, apabila engkau menghendaki bisa berdo'a sendiri kepada Allah hingga Dia memberimu kesembuhan. Lalu wanita itu berkata. 'Aku akan bersabar. Wanita itu berkata lagi. 'Sesungguhnya (auratku) terbuka. Maka berdo'alah kepada Allah bagi diriku agar (auratku) tidak terbuka'. Maka beliau pun berdoa bagi wanita tersebut". (Ditakhrij Al-Bukhari 7/150. Muslim 16/131)
Dan yang terpenting:
“Demi Kejayaan dan Keagungan-Ku, tidak akan Aku matikan hamba-Ku yang telah Aku kehendaki kebaikan baginya, sehingga Aku menghapuskan dosa-dosa yang pernah ia lakukan melalui rasa sakit di badannya, kerugian pada hartanya dan kematian anaknya. Maka apabila masih terdapat dosa padanya, Aku perberat baginya sakaratul maut, sehingga dia menemui Aku seperti saat ia dilahirkan dari rahim ibunya (tidak mengemban suatu dosapun)”.(Hadis Qudsi: Lihat juga Musnad Imam Ahmad Juz III/29, 41)
“Dan demi Kejayaan dan Keagungan-Ku, tidak akan Aku mematikan hamba-Ku yang Aku tetapkan keburukan atasnya, sehingga Aku menghapuskan perbuatan-perbuatan baiknya melalui kesehatan tubuhnya (tidak pernah sakit), bertambah hartanya dan bertambah anaknya, maka sekiranya masih ada kebaikan padanya, Aku ringankan baginya sakaratul maut sehingga dia menghadap kepada-Ku dalam keadaan tidak memiliki kebaikan apapun”. (Hadis Qudsi: Lihat juga Musnad Imam Ahmad Juz III/29, 41)
Kaget ?
Dari dua kutipan hadis qudsi diatas dapat kita simpulkan bahwa, logika manusia yang sempit tak kan pernah dapat memahami Ilmu Allah yang sedemikian luasnya. Coba kita semua renungkan, apa yang sering kita minta di saat berdoa? Harta bertambah? Pangkat atau jabatan? Kelancaran dalam usaha? lalu apa yang terjadi bila Allah belum mengabulkan permintaan kita ? Apakah kita kecewa? Kemudian muncul musibah kesulitan yang tak terduga. Apakah kita tetap bersabar dan yakin bahwa segala sesuatu adalah yang terbaik menurut-Nya ? Masihkah kita mengikuti hawa nafsu untuk mereguk semua kenikmata dunia ? Masihkah kita bertuhan kepada harta, jabatan, dan hawa nafsu ? Masihkah kita tergolong orang-orang yang ditutup pintu hatinya oleh Allah untuk mengetahui kebenaran yang sesungguhnya ?
"Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?" (Q.S.45/ Al Jaatsiyah: 23)
(http://mutiaradibalikmusibah.blogspot.com)
Langganan:
Postingan (Atom)