Jumat, 27 Juli 2012

Apa Gunanya Membaca Al-Qur’an Jika tidak mengerti Artinya..??

Kadang kadang dalam pemikiran kita tiba tiba muncul sebuah pemikiran bahwa, membaca Al-Quran tidaklah berguna bila tidak mengerti apa artinya, Memang sih membaca Al-quran itu sebaiknya kita juga paham akan artinya dan sekarang kan sudah banyak tuh terjemahan Al-Quran, jadi kita baca Al-qurannya dan baca pula artinya, gampangkan.

Tetapi bila kita belum paham artinya dan tidak ada terjemahannya, janganlah kamu urngkan niatmu untuk membacanya karena membaca Al-Quran itu mendapatkan Pahala dan besar faedahnya,



Simak cerita berikut ini:

__________________________________________________________________
Ada seorang remaja bertanya kepada kakeknya:
“ Kakek, apa gunanya aku membaca Al qur’an, sementara aku tidak mengerti arti dan maksud dari Al qur’an yang kubaca “
Lalu si kakek menjawabnya dengan tenang:
“ Cobalah ambil sebuah keranjang batu ini dan bawa ke sungai, dan bawakan aku dengan sekeranjang air. “
Anak itu mengerjakan seperti yang diperintahkan kakeknya, tapi semua air yang dibawanya habis …sebelum ia sampai di rumah.

Kakeknya berkata :
“ Kamu harus berusaha lebih cepat “
Kakek meminta cucunya kembali ke sungai. Kali ini anak itu berlari lebih cepat, tapi lagi-lagi keranjangnya kosong (tanpa air) sebelum sampai di rumah.

Dia berkata kepada kakeknya
“ tidak mungkin bisa membawa sekeranjang air. Aku ingin menggantinya dengan ember “
“ Aku ingin sekeranjang air, bukan dengan ember “ Jawab kakek
Si anak kembali mencoba, dan berlari lebih cepat lagi. Namun tetap gagal juga. Air tetap habis sebelum ia sampai di rumah. Keranjang itu tetap kosong.
“ Kakek…ini tidak ada gunanya. Sia-sia saja. Air pasti akan habis di jalan sebelum sampai di rumah “
Kakek menjawab:
“ Mengapa kamu berpikir ini tidak ada gunanya? Coba lihat dan perhatikan baik-baik apa yang terjadi dengan keranjang itu “
Anak itu memperhatikan keranjangnya, dan ia baru menyadari bahwa keranjangnya yang tadinya kotor berubah menjadi sebuah keranjang yang BERSIH, luar dan dalam.
“ Cucuku, apa yang terjadi ketika kamu membaca Al Qur’an? Boleh jadi kamu tidak mengerti sama sekali. Tapi ketika kamu membacanya, tanpa kamu sadari kamu akan berubah, luar dan dalam. Itulah pekerjaan Allah dalam mengubah kehidupanmu.
Subhanallah..Tidak ada yang sia-sia ketika kita membaca Al Qur’an
Mari kita lebih sering lagi membacanya. Meski tanpa tahu artinya, namun tetap berusaha untuk memahami artinya yah..karena bagaimanapun juga lebih baik bila kita memahami arti dan kandungannya.

http://diaryislam.wordpress.com/tag/membaca-al-quran/

Senin, 16 Juli 2012

111 CARA MUDAH ANDA UNTUK BANGUN SHALAT MALAM (CARA 1 – 7)

CARA 1
IKHLAS DALAM SHALAT MALAM

(Dari Buku : "Mudahnya Shalat Malam : 111 Cara Agar Anda Mudah Bangun Shalat Malam " karya Abu Al-Qa'Qa Muhammad Ibn Shalih )

Wahai jiwa bersikaplah ikhlas, niscaya engkau akan merasa bebas

Dalam AL QURAN , Allah telah memberi tahu akan pentingnya ikhlas karena Allah memberi pengetahuan tentang ikhlas dan akibatnya jika tidak ikhlas

Az-Zumar (39) No. Ayat : : 65

وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

39.65. Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.

Di samping itu Rasulullah juga bersabda dari ABU hurairah r.a. :

Barangsiapa mencari ilmu yang seharusnya diniatkan untuk mengharap ridha Allah maka tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapat bagian di dunia, maka ia tidak akan mencium wangi surga pada hari kiamat nanti (HR. Ahmad dan Abu Daud dishahihkan oleh Al Bani dalam Shahih al Jami no.6159)

Amal yang baik hanya bisa tercapai dengan hati bersih, hati bersih bisa diraih dengan niat ikhlas.


Siapa yang membersihkan niatnya hatinya akan suci
Dan siapa mengotori niatnya maka hati akan kotor.

Ibnu AL Qayyim berkata, Keikhlasan adalah apa yang tidak diketahui oleh malaikat hingga dia menuliskannya, dan dia tidak diketahui oleh musuhnya hingga merusaknya, tidak merasa ujub(sombong) pelakunya, hingga dia mencarinya"

Ilmu bergantung amal, amal bergantung keikhlasan. Dan keikhlasan akan pemahaman Allah Azza Wa Jjala

AL Fudhail berkata, "Meninggalkan amal karena manusia termasuk Riya, sedang beramal karena manusia adalah syirik. Ikhlas adalah ketika Allah menjadikan sikapmu berada diantara keduanya".

Seberapa besar niat seorang hamba, semangatnya, itikadnya, dan keinginannya dalam mengerjakan kebaikan, maka sebesar itu pula pertolongan Allah akan turun kepada hamba-hambaNya sesuai dengan semangat, niat dan keinginan mereka. Dan kehinaan Allah juga akan turun bila niat yang buruk dan tidak bersih.

Allah meletakkan taufik pada wilayah yang tepat dan mendatangkan kehinaan pada momen yang tepat.

Allah Maha Mengetahui Yang Maha Bijaksana...



CARA 2
MERASA DIPANGGIL ALLAH UNTUK SHALAT MALAM

Cara kedua adalah merasa diri ini dipanggil Allah dan menghadirkan di hati dan pikiran Anda bahwa Rabb Yang Maha Besar sedang memanggil untuk sebuah urusan besar yang harus diselesaikan di malam hari, sebelum urusan yang maha besar harus diselesaikan saat hari pembalasan. Artinya dengan shalat malam, kita memohon ampunan keringanan dosa dan besarnya ampunan untuk memperingan perhitungan di hari kiamat.


Allah memerintahkan Nabi Muhammad Salallahu'alaihiwassalam dan sahabat serta semua umatnya untuk mengerjakan shalat malam. Firman Allah :
Dengan Nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ

73.1. Hai orang yang berselimut (Muhammad),

قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلاً

73.2. bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari , kecuali sedikit (daripadanya),

نِصْفَهُ أَوِ انقُصْ مِنْهُ قَلِيلاً

73.3. (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit.

أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلاً

73.4. atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Qur'an itu dengan perlahan-lahan.

Sa'd ibn Hisyam ibn Amir bertanya pada Aisyah r.a tentang shalat malam Nabi. Aisyah menjawab :

"Bukankah kamu sudah membaca "Wahai Orang Berselimut (Muhammad) ?", sesungguhnya Allah mewajibkan shalat malam, maka Nabi dan para sahabat terus menerus mengerjakan shalat malam. Allah menahan kewajiban shalat malam itu selama 12 bulan hingga pada akhir surat Al Muzzamiil ini, Allah menurunkan ayat yang mengisyaratkan keringanan. Sejak saat itu shalat malam menjadi shalat sunnah hukumnya, setelah sebelumnya diwajibkan (HR. Muslim)

Ada 2 faedah dalam sebutan al-Muzzammil ini (yang berselimut):

1. Kelembutan dari Allah kepada hambaNya
2. Peringatan kepada setiap orang berselimut pada malam hari agar bangun untuk shalat malam dan zikir kepada Allah.

Sayyd Quthub berkata : Ini adalah seruan dari langit, dari Rabb Maha Tinggu dan Maha Besar, untuk sebuah urusan besar menantimu. Bangunlah dengan bersusah payah. Bangunlah dengan berusaha keras. Untuk sebuah perkara yang agung.

Al-Isra' (17) No. Ayat : : 79

وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَّكَ عَسَى أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَاماً مَّحْمُوداً

17.79. Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.


Sayyd Quthb menafsirkan ayat ini :

Dengan shalat malam, bacaan Qur'an, tahajud dan pertalian yang abadi dengan ALlah , itulah jalan yang akan mendatangkan kedudukan terpuji. Rasulullah diperintahkan untuk shalat tahajjud dan membaca Quran agar sampai kepada kedudukan terpuji yang dipersiapkan oleh Rabb Nya.--padahal beliau adalah Manusia Pilihan. Maka betapa ini lebih perlu manusia-manusia lain pada wasilah-wasilah ini untuk meraih kedudukan mulia dipersiapkan bagi mereka. Itulah bekal perjalanan mulia yang harus dimiliki.

Al-Insan (76) No. Ayat : : 26

وَمِنَ اللَّيْلِ فَاسْجُدْ لَهُ وَسَبِّحْهُ لَيْلاً طَوِيلاً

76.26. Dan pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang dimalam hari.

AL Qasimi menafsirkan bahwa ini maksud Allah memotivasi Nabi untuk mengerjakan shalat malam dan seukuran waktu yang baik adalah tengah malam atau lebih dari tengah malam (1/3 malam terkahir).

Abu Hurairah menuturkan bahwa Rasulullah bersabda :

"Pada setiap malam, Allah turun ke langit dunia ketika seperlima malam pertama habis. Lalu Dia berfirman : "AKULAH RAJA ! AKULAH RAJA ! SIAPA SAJA BERDOA KEPADA-KU PASTI AKU KABULKAN.
SIAPA MEMINTA KEPADA-KU PASTI AKU BERIKAN
SIAPA MEMOHON AMPUNAN KEPADA-KU AKU AMPUNI.
ALLAH TERUS BERFIRMAN DEMIKIAN SAMPAI FAJAR TIBA (HR. MUSLIM)

Wahai Saudaraku, apabila malam datang, duduklah kalian dalam hati yang terbelah. Masuklah kalian menjadi orang yang hina dan tak bernilai di hadapanNya. Lapangkan genggaman dan bersedekahlah kepada Allah. Mudah-mudahan tidak ada penyesalan hari ini dan esok hari.


CARA 3
RASUL PUN MENGAJAK KITA SHALAT MALAM

(Dari Buku : "111 Cara Agar Anda Mudah Bangun Shalat Malam" karya Abu Al-Qa'qa Muhammad Ibn Shalih)

Cara ketiga ini bisa membuat Anda semangat untuk mendirikan shalat malam, termotivasi untuk selalu bermunajat kepada Allah Ta'ala dan bersimpuh di hadapanNya pada waktu malam, adalah dengan mengetahui bahwa Nabi Muhammad Sallallahu'alaihiwassalam mengajak kita kepada satu kebaikan yang sangat tinggi nilainya. Kenikmatan yang menghantarkan kita menuju perilaku orang-orang shalih zaman dulu,para imam dan para ulama.

Bukankah kita sangat mencintai Nabi Muhammad Sallallahu'alaihi wassalam ?
Jika kita mencintainya, maka ikuti perilaku beliau yang lambungnya sangat jauh dari tempat tidur di 1/3 malam akhir.

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah Sallallahu'alaihiwassalam bersabda :
"Shalat paling utama setelah shalat wajib adalah shalat pada waktu tengah malam. Dan puasa paling utama setelah Ramadhan adalah puasa bulan Muharram (HR Muslim)

Abdullah ibn Salam raddiallahu'anhu pernah berkata : "Ketika Rasulullah Sallallahu'alaihiwassalam datang ke Madinah , orang -orang dengan terburu-buru mendatangi beliau. Sewaktu aku mengamatinya, aku mengetahui bahwa beliau tidak memiliki wajah pendusta. Ucapan pertama yang aku dengar dari beliau adalah :
"Sebarkan Shalat, berikan makanan pada orang yang meminta, sambungkan tali silaturahim, dan shalat pada waktu malam ketika orang lain tidur, pasti kamu masuk surga ( HR. AHmad dan Al Tirmidzi mengatakan bahwa status hadits ini adalah hasan shahih)

Dari Abdullah bin Amr ra. ,Nabi Sallallahu'alaihiwassalam pernah bersabda: "Shalat paling dicintai Allah adalah shalat Nabi Daud. Puasa paling dicintai Allah adalah puasa Nabi Daud. Dia tidur tengah malam, bangun 1/3 malam, lalu tidur lagi pada 1/6 malam. Dia puasa satu hari dan berbuka pada satu hari lainnya "(HR Al-Bukhari dan Muslim)

Bilal r.a pernah menuturkan dari Rasulullah pernah bersabda : " Hendaklah kalian mengerjakan shalat malam karena shalat tersebut merupakan kebiasaan orang-orang shaleh sebelum kalian, momen taqqarrub kepada Allah, penghalang dosa, penghapus kejelekan, pencegah penyakit yang bisa timbul dari dalam tubuh (HR. Al Tirmidzi, Al-Baihaqi, dan Al Hakim.shahih)

Nabi Muhammad sallallahu'alaihiwassalam menjadikan shalat malam sebagai perbuatan para pelaku kebaikan (al-abrar) . Anas r.a pernah meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw pernah bersabda : Allah menjadikan bagi kalian shalat--doa--orang yang berbuat kebaikan. Mereka bangun dan mengerjakan shalat pada waktu malam dan berpuasa pada siang hari. Mereka bukanlah orang - orang berbuat dosa dan bukan pula orang-orang yang jahat.

Disamping itu Nabi Muhammad saw juga menyifati orang-orang yang rajin shalat malam sebagai sebaik-baiknya manusia.
Ibn Umar r.a meriwayatkan Rasulullah saw bersabda : "Sebaik-baik lelaki adalah Abdullah ibn Umar kalau dia mengerjakan shalat malam". Salim berkata , "setelah mendengar sabda Rasulullah tersebut, Abdullah ibn Umar tidak pernah tidur pada waktu malam kecuali sebentar saja,".

Dalam riwayat lain, Nabi Muhammad saw pernah bersabda : "Sesungguhnya Abdullah ibn Umar adalah laki-laki shaleh, jika dia memperbanyak mengerjakan shalat malam (HR.Bukhari Muslim)



CARA 4
NIKMAT NYA SHALAT MALAM

(Dari Buku : "111 Cara Agar Anda Mudah Bangun Shalat Malam" karya Abu Al-Qa'qa Muhammad Ibn Shalih)

Seseorang tidak akan bisa merasakan nikmatnya shalat, indahnya bermunajat dan asyiknya bermesraan dengan Allah, jika shalat belum menempati tempat utama di dalam hatinya. Dia tidak akan merasakan apa-apa jika dia belum sampai pada derajat menjadikan shalat sebagai penyejuk hati, penggembira jiwa, pelapang dada, penyembuh sakit, penghilang rasa gundah, dan pelepas kesempitan.

Begitulah yang dirasakan esensi shalat oleh keadaan para Ulama Salaf Saleh sewaktu mengerjakan shalat. Mereka benar-benar merasakan kenikmatan tiada tara saat dan sesudah shalat malam.

Abdullah Ibn Wahb berkata,"Setiap kenikmatan dunia hanya memiliki satu momen yang bisa dinikmati.

Sedangkan ibadah, ia memiliki 3 kenikmatan :
1. Bila sedang dikerjakan
2. Bila mengingatnya
3. Bila diberikan pahalanya"

Muhammad Ibn Al-Munkadir berkata: "Tidak ada yang tersisa dari kelezatan duniawi kecuali 3 hal :
1. Shalat Malam
2. Bertemu dengan saudara seiman
3. Menunaikan shalat berjama'ah"

Mu'dhid Al-'Ajali berkata,"Kalaulah tidak ada (1)dahaga kala hijrah (2) Panjangnya malam pada musim dingin (3) nikmatnya bertahajud dengan membaca Qur'an , maka niscaya aku akan terus menjadi lebah jantan"

SYAIR YANG SUNGGUH INDAH DARI PARA PECINTA SHALAT MALAM :

"ORANG-ORANG MENANGIS MENGADU KEPADA YANG MAHA PENGASIH

Air mata menetes tak henti-hentinya
Dunia amat merindukan dan ingin memeluk mereka
Kapan saja mereka bersimpuh di hadapan Rabb Nya"

Abdul Aziz Al-Razi pernah ditanya "kenikmatan apa yang masih tersisa darimu?". Dia menjawab,"Ketika aku berada di suatu tempat gelap, dan aku bisa bermesraan dengan Rabb-Ku"

Muslim Al-ABid berkata "Bagi para pelaku ketaatan, tidak ada sesuatu didunia yang terasa lebih nikmat daripada menyendiri untuk bermunajat kepada Rabb mereka. Tidak ada sesuatu yang dicintai oleh mereka di akhirat selain mendapat pahala yang amat besar. Dan tidak ada nikmat yang melebihi kenikmatan mereka untuk segera bisa memandang Allah Azza Wajjala"

Yazid bin Abn berkata : "Tahajud dapat menyejukkan mata para pelaku ibadah, sedang dahaga kala berpuasa membuat hati mereka bahagia ketika bertemu dengan Allah"


Alangkah indahnya yang dikatakan Abu Sulaiman Al-Darani," Jika seseorang lalai belum pernah menangis sepanjang hidupnya kecuali terhadap nikmatnya shalat malam yang tidak pernah ia kerjakan, sepantasnya ia menangisi hal tersebut hingga ia meninggalkan dunia"



CARA 5
MEMPERHATIKAN POSISI TIDUR

(Dari Buku : "111 Cara Agar Anda Mudah Bangun Shalat Malam" karya Abu Al-Qa'qa Muhammad Ibn Shalih)

Diantara cara yang bisa membantu Anda untuk bangun shalat malam adalah tidur dengan menyamping ke sebelah kanan. Hal ini sesuai contoh Rasulullah yang selalu tidur menyamping ke sebelah kanan. Cara ini juga dapat membantu seseorang cepat bangun dan menjauhkannya dari terlalu lelap tidur.

Abu Hurairah r.a meriwayatkan bahwa Rasulullah Salallahu walaihiwassalam bersabda :
"Apabila salah seorang kalian hendak tidur, maka hendaklah ia mengibas-ngibaskan selimutnya , karena dia tidak akan tahu apa yang bisa menimpanya. Lalu berbaringlah dengan cara menyamping ke sebelah kanan, kemudian ucapkanlah :
BISMIKA RABBI WADHA'TU JANBI WA BIKA ARFA'UHU IN AMSAKTA NAFSI FARHAMHA WA IN ARSALTAHA FAHFAZHHA BIMA TAHFAZHU BIHI IBADAKA AL-SHALIHIN
(Dengan menyebut namaMu , wahai RabbKu, aku meletakkan punggungku dan aku mengangkatnya. Jika engkau menahan jiwaku, maka kasihanilah ia. Dan jika Engkau mencabutnya, maka jagalah ia sebagaimana Engkau menjaga hamba-hamba Mu yang shaleh) (HR. AL-Bukhari, Muslim dan Daud).

Al-Barra' ibn 'Azib meriwayatkan bahwa Nabi Salallahu'alaihiwassalam bersabda ; ''Apabila engkau hendak tidur, maka berwudhulah seperti wudhumu untuk shalat, kemudian berbaringlah dengan menyamping sebelah kanan....(HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Hafshah ra. menuturkan 'Rasulullah bila hendak tidur , beliau meletakkan tangan kanannya dibawah pipinya yang kanan (HR. Al-Thabarani, hadits ini dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-jami no. 4523 )


Nasihat dari Ibnu Al Qayyim :

"Cara tidur Rasulullah yang menyamping ke sebelah kanan mengandung rahasia hikmah besar yaitu bahwa hati selalu terikat di samping sebelah kiri. Apabila seseorang tidur dengan menyamping ke kiri, pasti hati akan tenggelam dalam tidurnya. Hal ini disebabkan hati berada dalam kondisi istirahat hingga terlelap dalam tidurnya. Maka tidur menyamping sebelah kanan , maka hati akan terus bimbang dan tidak lelap dalam tidurnya karena hati terus mencari posisi yang tenang, yakni sebelah kiri.
karena itu para medis menganjurkan agar tidur menyamping sebelah kiri untuk kesempurnaan istirahat dan tidur nyenyak. Dan Para Pemilik Syariat menganjurkan tidur menyamping sebelah kanan agar tidur tidak terlalu pulas, sehingga bisa bangun malam.

Dengan demikian tidur menyamping sebelah kanan bermanfaat untuk hati, sedang tidur menyamping sebelah kiri berguna untuk badan ( Kitab Zad Al Maád )

Inilah karunia Allah yang besar untuk manusia, hingga posisi tidur pun bisa menentukan seseorang bisa bangun tengah malam, dan tentunya diiringi dengan keikhlasan dan niat tekad yang kuat bulat untuk bisa menunaikan Shalat yang mulia, setelah shalat fardhu, shalat Tahajjud.


CARA 6
SHALAT MALAM MENYEMBUHKAN HATI YANG LALAI

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

(Dari Buku : "111 Cara Agar Anda Mudah Bangun Shalat Malam" karya Abu Al-Qa'qa Muhammad Ibn Shalih)

Sifat Lalai adalah penyakit berbahaya dan menyimpang. Penyakit ini akan menimpa hati yang selalu tenggelam dalam hal mubah ,bermalasan-malasan dalam ketaatan , dan hanyut dalam segala kenikmatan. Fokuslah untuk bemunajat kepada Allah , sedangkan ketika itu obat yang ampuh akan datang dengan izin Allah, yakni shalat malam.

"Barangsiapa mengerjakan shalat malam dengan membaca sepuluh ayat Qur'an, dia tidak dituliskan termasuk orang-orang yang lalai. Barangsiapa mengerjakan shalat malam dengan membaca 100 ayat Qur'an , dia akan dituliskan termasuk dalam orang yang Qunut. Dan barangsiapa mengerjakan shalat malam dengan membaca 1000 ayat Qur'an dituliskan dalam sebagai orang yang kaya" (HR. Abu Daud, Ibnu Khuzaimah dan Ibn Hibban, dihasankan oleh Al Albani dalam SHahih Al-Targib wa Al-Tarhib no.635)

Dari Abu Hurairah , Rasulullah bersabda :
"Barangsiapa menjaga shalat-shalat wajib , dia tidak dituliskan sebagai orang yang lalai. Dan barangsiapa yang dalam shalat malamnya membaca 100 ayat , tidak dituliskan sebagai orang yang lalai, tetapi ditetapkan orang yang Qunut"(HR Al-Hakim dan Ibn Khuzaimah, dishahihkan Al-Bani dalam Al-Silisilah Al-Shahihah no.643)

Barangsiapa shalat malam dengan membaca 100 ayat , tidak dituliskan sebagai orang yang lalai. Dan barangsiapa mengerjakan shalat malam dengan membaca 200 ayat , akan ditetapkan sebagai orang QUnut nan Ikhlas" (HR Al-Hakim dalam Al-Mustadrak , hadits shahih berdasar syarat Imam Muslim)

Orang yang tidur dan meninggalkan shalat malam disebut sebagai Rasulullah :
"Orang itu telah dikencingi kedua telinganya oleh setan"(HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Menurut Ibn Hajar, makna setan kencing artinya setan menguasai manusia itu dan meremehkannya dengan menmbuatnya seperti WC yang dipersiapkan untuk buang air. Karena biasanya yang dianggap remeh selalu dijadikan tempat buang air.

Obat HATI ada 5 menurut Yahya Ibn Mu'adz Al-Razi :

1. Membaca Qur'an dan makna nya sambil mentafakurinya
2. Perut kosong disiang hari
3. Mengerjakan Shalat Malam
4. Merendah diri pada waktu shahur
5. Bergaul dengan orang-orang shaleh

Bangun malam memiliki keistimewaan dalam meredam gejolak kebinatangan yang hinggap pada diri manusia seperti keterikatan dengan mewahnya dunia, syahwat, kelezatan , kesombongan dll. Kedudukannya seperti ANTI TOKSIN.
Oleh karena itu ada kebiasaan di kalangan sebagian orang, apabila mereka ingin membentuk seekor binatang menjadi binatang pemburu yang bagus, mereka akan membuat binatang tsb tidak banyak istirahat dan membiarkannya lapar "


CARA 7
ALLAH MENGAWASI SHALAT MALAM KITA


Salah satu cara yang bisa memudahkan kita bangun shalat malam adalah dengan merasa bahwa Rabb Anda Yang Maha Tinggi selalu mengawasi saat Anda mengerjakan shalat malam tersebut.

Sebab seorang hamba yang fakir, bila ia melihat tuannya mengawasi dan memperhatikan kerjanya, maka hilanglah keletihan yang ia rasakan.
Dalam kondisi seperti inilah maka kita memohon ridha Tuhan Rabb Yang Maha Besar dan Maha Lembut.

Ash-Shu'ara (26) No. Ayat : : 217-220

وَتَوَكَّلْ عَلَى الْعَزِيزِ الرَّحِيمِ
Dan bertawakkallah kepada (Allah) Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang, (217)



الَّذِي يَرَاكَ حِينَ تَقُومُ

26.218. Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk shalat)


وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ

26.219. dan (melihat pula) perobahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud.



إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ


26.220. Sesungguhnya Dia adalah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Atau ada di Qur'an Surat Al Muzzammil (73) ayat 20 :

73.20. Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu.....


Sayyid Qutb mengatakan :

"Dalam Ayat ini terdapat kasih sayang dan ketenangan bagi kaum mukminin. Maknanya Allah melihat shalat malam yang kita kerjakan. Anda dan orang-orang yang bersama dengan Anda menghadap dalam timbangan Allah. Sesungguhnya Allah mengetahui bahwa Anda dan mereka yang selalu jauh dari ranjang mereka, meninggalkan empuknya kasur pada malam dingin dan tidak mendengar seruan ranjang-ranjang tetapi mendengar seruan Allah.


Ibn Mas'ud r.a meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad Salallahu'alaihiwassalam bersabda :
"Allah kagum dengan 2 jenis manusia :

1. Seseorang yang bangun dari tempat tidurnya , mengabaikan keluarga dan kekasihnya , untuk melaksanakan shalat malam, lalu Allah Azza Wajjala berfirman : " Wahai Malaikat-Ku, Lihat hamba-Ku yang bangun dari tempat tidurnya, meninggalkan keluarga dan yang dikasihinya , untuk melaksanakan shalat malam karena rindu untuk mendapatkan apa yang ada di sisi-Ku"

2. Seseorang yang berperang di jalan Allah. Dia dan lainnya mengalami kekalahan dan menyadari akibat kekalahan itu, serta mengetahui juga ada pahala yang akan didapat jika kembali berperang. Lalu orang ini kembali berperang hingga akhirnya terbunuh. Allah berfirman kepada malaikatNya :
"Wahai Malaikat-Ku, Lihat hamba-Ku yang kembali berperang karena mengharap dan rindu dengan apa yang Kumiliki hingga akhirnya dia terbunuh"
(HR.AHMAD ,Abu Yá'la, Al-Thabarani dan Ibn Hibban. Dihasankan oleh A-Albani dalam Shahih Al-Targhib wa Al-Tarhib (1/258)

Mari saudarakau dan sahabatku, bangunlah pada waktu malam, ber-istighfarlah kepada TuhanMu dari kekuranganMu dan banyaknya tidur yang kamu lakukan, menangislah seolah-olah engkau sedang patah harapan, dan memohonlah kabulnya permintaan kepada RabbMu yang Maha Pengabul dan Pengasih...


Sungguh hidangan kenikmatan telah disediakan pada malam-malam gelap gulita. Tidak seorang pun dari kita kecuali akan diseru.
Wahai orang-orang Mukmin, bersegeralah !
Alangkah beruntung orang yang menjawab , dan ternyata dia benar...
Dan celaka bagi orang yang diusir dari pintu kebaikan !
Wallahu'alam bishawab


http://laillanm.blogspot.com/2010/10/111-cara-mudah-anda-untuk-bangun-shalat.html

Jumat, 13 Juli 2012

Setting Goals and Objectives: 5 Myths

Only 3% of adults have clear, written, specific, measurable, time-bounded goals, and by every statistic, they accomplish ten times as much as people with no goals at all. Why is it then that most people have no goals?

Myth One: “I already have goals; I don’t need to set any.” People who say this also say that their goals are to be rich, thin, happy, successful, and live their dreams. Buy these are not goals, they are wishes and fantasies common to all mankind. A goal is like a beautiful home, carefully designed, revised continually, upgraded regularly, and worked on constantly. If it is not in writing, it is merely a dream or a wish, a vague objective with no energy behind it.

Myth Two: “I don’t need goals; I’m doing fine.” Living your life without goals and objectives is setting off across unknown territory with no road signs and no road map. You have no choice but to make it up as you go along, reacting and responding to whatever happens, and hoping for the best. If you are doing well today without written goals and plans, you could probably be doing many times better in the future if you had clear targets to aim at and the ability to measure your progress as you go along. It is vital to have goal setting objectives.

Myth Three: “I don’t need written goals; I have them all in my mind.” The average stream of consciousness includes about 1,500 thoughts a minute. If your goals are only in your mind, they are invariably jumbled up, vague, confused, contradictory and deficient in many ways. They offer no clarity and give you no motive power. You become like a ship without a rudder, drifting with the tides, crashing into the rocks inevitably and never really fulfilling your true potential.

Myth Four: “I don’t know how to set goals.” No wonder. You can take a Masters degree at a leading university and never receive a single hour of instruction on goal setting and achieving. Fortunately, setting a goal is a skill, like time management, teaching, selling, managing, or anything else that you need to become a highly productive and effective person. And all skills are learnable. You can learn the skill of goal-setting by practice and repetition until it becomes as easy and as automatic as breathing. And from the very first day that you begin setting goals, the progress you will make and the successes you will enjoy will astonish you.

Myth Five: “Goals don’t work; life is too unpredictable.” When a plane takes off for a distant city, it will be off course 99% of the time. The complexity of the avionics and the skill of the pilots are focused on continual course corrections. It is the same in life. But when you have a clear, long-term goal, with specific plans to achieve it, you may have to change course many times, but you will eventually arrive at your destination of health, wealth and great success.

One last point. Goal setting has been called the master skill of success. You have two choices in life: You can either work on your own goals, or you can work for someone else, and work on achieving their goals. When you learn the master skill, you take complete control of your life and jump to the front of the line in your potential for great achievement.

goals_2ndeditionGreat News! With the help and guidance of four professional writers and editors, I have completely rewritten and updated my world-wide best-selling book Goals!

The new edition contains three new chapters, on how to set and achieve financial goals, how to create a wonderful personal and family life, and how to achieve and maintain superb levels of health and fitness.

There are new ideas to help you set the best goals for you in every area of your life. You learn how to create action plans, set priorities, and focus on what is most important.

In addition, you learn how to visualize and attract your goals into your life. You discover how to unlock the powers of your superconscious mind to bring you everything you really want in life.

Critical Success Factor: Developing a Moral Character to Achieve Greatness

No matter what you do, your ultimate goal, beyond what you are trying to accomplish at the moment, is to achieve your own happiness and become a good person. An individual can exercise a key success factor for developing a moral character to achieve the kind of happiness everyone longs for.

People are successful in life to the degree to which they can organize their world in such a way that they are genuinely happy. The only difference between people in this area is that some people are better at achieving their own happiness and others are not particularly successful. Some people make choices and decisions that make them unhappy and worse off than they ever would have been if they had done nothing at all. But always, happiness is your goal.
Strive to Become a Good Person

In his time, Aristotle examined the human condition and came to a remarkable conclusion. He said that, “Only the good can be happy, and only the virtuous can be good.” This is one of the major breakthroughs in philosophy. Imagine! You can only be happy if you are a good person, and you can only be a good person, and you can only be a good person if you practice the virtues that are associated with goodness.

What this means simply is that, if you want to have a wonderful life, you must continually strive to become a good person. Any deviation from this course will lead you to lower levels of happiness and dissatisfaction. Every single time you act consistently with the highest virtues that you know, you feel happy and strong inside, your self-confidence and self-esteem go up and you become more effective in your relationships and in your work. Virtue is its own reward. It pays for itself in the inner feeling of pleasure and contentment you have when you live consistent with the best you know.
Develop a Moral Character

In order to achieve happiness and become a good person, you must know that character is the greatest success factor of all. If you want to change your outer world, you must go to work, like a computer programmer at a keyboard, to reprogram your subconscious mind, your world of values, beliefs, and inner convictions so that the person you are inside is exactly the mental equivalent of the life you want to enjoy on the outside.

Your reputation is your greatest asset. Your reputation can be defined as how people think about you and talk about you when you’re not there. As you know from your own experience, when people talk about you in either positive or negative terms, and you find out about it, it has a major impact on your thinking and your emotions, either positive or negative.

Because of the Law of Attraction, as you develop a moral character, and live more and more by the highest and best virtues that you know, you will become a happy and good person. You must always strive to exercise this success factor and develop a moral character.
Success Factor for Greatness

If character is the greatest success factor to your life, the fundamental component of one’s character is trust. In relationships, trust is the glue that holds it all together. It is impossible for us to proceed in any kind of a relationship unless we trust and feel confident with the other person. All good friendships are based on trust. All strong families are based on trust. And in companies, which are larger business families, trust is the fundamental ingredient that determines the success and prosperity of the enterprise.

The very best companies to work for have high-trust environments. Everyone in the company, at every level, absolutely trusts and believes that what people say is true. In almost every company of value, telling a lie can be a sufficient reason for losing your job.

The ultimate expression of trust is truthfulness. Your very best friends and closest associates in life will always be those who tell you the truth. The willingness to be absolutely truthful with yourself and others is the critical mark of a person of outstanding moral character. If integrity is the core quality then truthfulness is the most obvious expression of integrity.

Shakespeare said, “And this above all, to thine own self be true. Then, it must follow as the night the day, thou canst not then be false to any man.” You must always be absolutely be true to yourself. This means being true to the very best that is in you. This also means that you always do your very best in every situation, especially at work where people are counting on you. If the inner expression of integrity is truth, then the outer expression of integrity is quality work and quality behavior under all circumstances.

In Abraham Maslow’s studies of self-actualizing people, he found that one of the characteristics of the most advanced people he found was that they were extremely objective and truthful about themselves, about their strengths and weaknesses, and about their situations in life. They never tried to convince themselves of things that weren’t true. They exercised the success factor of character and “lived in truth” with themselves. As a result, they were able to live in truth with others.

Refuse to compromise your moral character. Refuse to pretend or wish or hope that something is not true, when in your heart, you know it is.

This means that you live in truth with everyone around you. You state your truth simply and honestly. You do not stay in relationships that are wrong for you, or do things that you do not agree with or believe in. You do not say things to people that are not honest and sincere expressions of your true beliefs. You adamantly insist on living in truth in every aspect of your life and strive to become a good person.

What are your thoughts on the greatest success factor of all? Do you agree that an individual’s moral character is important for one to develop in order to achieve happiness in life? Please comment below and share with others if you enjoyed this post!

http://www.briantracy.com/blog/personal-success/success-factor-moral-character-a-good-person?cmpid=2183&proid=1770

Cara Menjaga Fokus

Pentingnya Menjaga Fokus

dakwatuna.com - Salah satu alasan penyebab banyak orang gagal atau tidak maksimal dalam mencapai target atau tujuan yang telah mereka tetapkan adalah ketidakmampuan dalam menjaga fokus. Fokus ini menjadi hal yang sangat penting untuk mencapai tujuan dan mendapatkan hasil yang terbaik karena dengan fokus kita mampu mensinergikan dan menyatukan energi-energi dan pemikiran-pemikiran menjadi satu sehingga menghasilkan hasil yang terbaik.

Jika kita ingin menganalogikannya, seperti sebuah kaca pembesar/LUP yang mampu memusatkan energi panas matahari yang tersebar sehingga mampu membakar benda yang dituju. Seperti gambar di bawah ini:

Kita dapat melihat betapa fokus akan menghasilkan hasil yang terbaik, oleh karena itu penting bagi kita untuk menjaga fokus!

Menjaga fokus ini memang tidaklah mudah. Untuk meraih tujuan, apalagi tujuan besar, kita perlu kesabaran karena mungkin memerlukan waktu yang lama untuk mencapai tujuan tersebut. Selama proses mencapai tujuan, akan ada banyak hal yang mengganggu dan membuyarkan fokus kita. Jika kita tidak bisa menjaga fokus, maka tercapainya tujuan akan lebih lama bahkan gagal. Menjaga fokus memang tantangan banyak orang.

OK, sekarang kita akan bahas bagaimana cara menjaga fokus dari mulai menetapkan tujuan sampai tujuan tersebut dicapai. Cara-cara menjaga fokus sebenarnya sederhana, bahkan seperti terlihat aneh. Inilah mungkin yang menyebabkan banyak orang yang tidak berusaha untuk menjaga fokus. Karena merasa ribet atau menganggapnya sepele.

Sudahkah Anda menetapkan tujuan? Anda tidak akan fokus jika Anda belum menetapkan tujuan. Jadi langkah-langkah di bawah ini hanya bisa dilakukan setelah Anda menetapkan tujuan.

Trik-trik Menjaga Fokus

1. Ada pengingat atau yang mengingatkan. Kita akan kehilangan komitmen jika kita lupa dengan tujuan kita. Dengan berbagai kesibukan dan kewajiban yang harus kita lakukan setiap hari, kadang kita terlupakan untuk berusaha mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Jadi, harus ada pengingat bahwa Anda sedang mencapai tujuan tertentu. Ada banyak ide agar ada pengingat setiap hari:

Menempel gambar yang berkaitan dengan tujuan kita di tempat yang setiap hari pasti terlihat. Misalnya Anda cari foto mobil yang Anda inginkan, kemudian tempel di lemari es atau di kamar tidur Anda. Setidaknya, Anda akan teringat terus setiap hari bahwa Anda sedang mencapai tujuan tertentu.
Bekerja sama dengan orang lain, bisa keluarga, untuk saling mengingatkan dalam upaya mencapai tujuan.
dan lain-lain

2. Menghujamkan tujuan Anda ke pikiran bawah sadar Anda. Jika tujuan sudah terhujam dalam pikiran bawah sadar Anda, maka secara otomatis Anda akan teringat kepada tujuan Anda atau tindakan Anda akan diarahkan secara otomatis menuju tujuan Anda. Caranya:

Mereview atau membaca tujuan Anda secara berulang-ulang. Dengan suara lantang lebih bagus.
Tulis tujuan Anda, dengan tulisan tangan, berulang-ulang. Sampai ratusan kali.
Melakukan visualisasi tujuan Anda.

3. Miliki mental juara. Mental juara akan mendorong Anda untuk mencapai tujuan Anda secepat mungkin. Seseorang yang memiliki mental juara tidak akan pernah menunda-nunda. Tidak akan mudah terganggu pikirannya oleh hal lain. Dengan memiliki mental juara, Anda akan lebih mudah untuk menjaga fokus.
Fakhir Muhammad Mumtaz

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/07/21494/cara-menjaga-fokus/#ixzz20ST9P8Xa

Minggu, 08 Juli 2012

Lirik nasyid Hawari - Sakaratul Maut



Tuhan mudahkanlah
Bila nanti sakaratul maut
Sungguh ku tak sanggup
Menahan pedihnya sakaratul maut
Bila tiba masanya malaikat ijroil
Datang mencabut nyawaku
Ya Tuhanku ringankanlah
Bila sakaratul mautku
Tak terbayang Tak tertanggung
Sakitnya sakaratul maut
Tuhan Mudahkanlah
Terima taubatku sebelum matiku
Rahmati aku dikala matiku
Ampuni aku setelah matiku

Lirik Esensi Nasheed - Anugerah Terbaik

Perjalanan panjang meniti hari
tak selamanya indah berseri
kan membawa tangis manisnya diri
menghiasi taman hati

cobaan selalu datang
menguji keimanan
(2x)

Kawan yakini
ini yang terbaik
sebagai anugerah Tuhan
bagi setiap insan

Tuhan tak kan mungkin pernah salah
di dalam memutuskan kasih sayang hambaNya

Tuhan... sayangilah kami
berilah kami cahya kasihMu
jangan biarkan kami terlena
bimbinglah woho...
cinta suci ini

Mendulang Faidah dari Kalimat Dzikir Hasbunallah wa Ni’mal Wakiil

Alhamdulillah, wash sholaatu was salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala aalihi wa shohbihi.

Kalimat ini termasuk dzikir sederhana, namun mengandung makna yang luar biasa. Dzikir ini menandakan bahwa seorang hamba hanya pasrah pada Allah dan menjadikan-Nya sebagai tempat bersandar.

Allah Ta’ala menceritakan mengenai Rasul dan sahabatnya dalam firman-Nya,

الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ

“(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan, “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka”, maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung”. ” (QS. Ali ‘Imron: 173)

Kata sahabat Ibnu ‘Abbas, ia berkata bahwa “hasbunallah wa ni’mal wakiil” adalah perkataan Nabi ‘Ibrahim ‘alaihis salaam ketika beliau ingin dilempar di api. Sedangkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan kalimat tersebut dalam ayat,

إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ

“Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka,” maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung”. (HR. Bukhari no. 4563)

Renungkanlah Maknanya!

Ibnul Jauzi dalam Zaadul Masiir berkata bahwa maksud “hasbunallah” ialah Allah-lah yang mencukupi segala urusan mereka. Sedangkan “al wakiil“, kata Al Faro’ berarti orang yang mencukupi. Demikian pula kata Ibnul Qosim. Sedangkan Ibnu Qutaibah berkata bahwa makna “al wakiil” adalah yang bertanggung jawab (yang menjamin). Al Khottobi berkata bahwa “al wakiil” adalah yang bertanggung jawab memberi rizki dan berbagai maslahat bagi hamba.

Dalam tafsir Al Jalalain disebutkan makna dzikir di atas ialah Allah-lah yang mencukupi urusan mereka dan Allah-lah sebaik-baik tempat bersandar dalam segala urusan.

Syaikh As Sa’di dalam kitab tafsirnya memaparkan, “Maksud ‘hasbunallah‘ adalah Allah-lah yang mencukupi urusan mereka dan ‘ni’mal wakiil’ adalah Allah-lah sebaik-baik tempat bersandar segala urusan hamba dan yang mendatangkan maslahat.”

Syaikh Al Imam Al ‘Arif rahimahullah berkata bahwa dalam hadits di atas adalah isyarat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada para sahabatnya agar mereka rujuk (kembali) pada Allah Ta’ala, bersandar pada-Nya, sadar bahwa tidak ada daya dan kekuatan melainkan dari-Nya. … Kalimat “hasbunallah” adalah tanda bahwa hamba benar-benar butuh pada Allah dan itu sudah amat pasti. Lalu tidak ada keselamatan kecuali dari dan dengan pertolongan Allah. Tidak ada tempat berlari kecuali pada Allah. Allah Ta’ala berfirman,

فَفِرُّوا إِلَى اللَّهِ إِنِّي لَكُمْ مِنْهُ نَذِيرٌ مُبِينٌ

“Maka segeralah kembali kepada (mentaati) Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu. ” (QS. Adz Dzariyat: 50) (Bahrul Fawaid karya Al Kalabadzi)

Allah-lah Yang Mencukupi

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath Tholaq: 3). Al Qurtubhi rahimahullah menjelaskan pula tentang surat Ath Tholaq ayat 3 dengan mengatakan, “Barangsiapa yang menyandarkan dirinya pada Allah, maka Allah akan beri kecukupan pada urusannya.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَعَلَّقَ شَيْئًا وُكِلَ إِلَيْهِ

“Barangsiapa menyandarkan diri pada sesuatu, maka hatinya akan dipasrahkan padanya” (HR. Tirmidzi no. 2072, hadits ini hasan kata Syaikh Al Albani). Artinya di sini, barangsiapa yang menjadikan makhluk sebagai sandaran hatinya, maka Allah akan membuat makhluk tersebut jadi sandarannya. Maksudnya, urusannya akan sulit dijalani. Hati seharusnya bergantung pada Allah, bukan pada makhluk. Jika Allah menjadi sandaran hati, tentu urusan akan semakin mudah.



Ya Allah … Engkau-lah yang mencukupi segala urusan kami, tahu manakah yang maslahat dan yang mengatur segala rizki kami.

Hasbunallah wa ni’mal wakiil.



Wallahu waliyyut taufiq was sadaad. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shohbihi wa sallam.

@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, 21 Dzulqo’dah 1432 H (19/10/2011)

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

www.muslim.or.id

Apakah Malas Termasuk Maksiat

Futur adalah kemalasan dan berleha-leha setelah semangat dan giat. Tidak diragukan lagi, hal itu merupakan penyakit pada diri seseorang pada suatu waktu. Baik dalam masalah agama atau urusan dunia. Hal itu merupakan tabiat yang Allah telah ciptakan. Setiap orang muslim –bahkan setiap manusia- didapatkan pada dirinya semangat dalam beribadah, berakhlak nan mulia dan (semangat) dalam mencari ilmu dan berdakwah. Kemudian setelah berjalan beberapa waktu, ditimpa kemalasan. Sehingga semangatnya melemah untuk melakukan kebaikan yang telah dilakukannya beralih pada kemalasan dan ingin istirahat. Setiap orang sesuai dengan kemalasannya akan diperhitungkan. Barangsiapa yang ketika malas sampai meninggalkan kewajiban dan jatuh ke sesuatu yang diharamkan, maka dia dalam bahaya besar. Maka kemalasannya menjadi suatu kemaksiatan, harus dikhawatirkan sampai pada suul khatimah. Kami momohon kepada Allah kebaikan.

Sedangkan jika malas melaksanakan keutaman dan sunnah, tapi dia tetap menjaga kewajiban, menjauhi dosa besar dan sesuatu yang diharamkan, hanya saja waktu melakukannya (kebaikan) berkurang seperti dalam mencari ilmu, qiyamul lail dan membaca Al-Qur’an. Maka kemalasannya seperti itu diharapkan hanya sesaat saja, semoga selesai dalam waktu dekat insyaallah. Akan tetapi memerlukan sedikit cara yang bijaksana dalam mengobatinya. Inilah yang dimaksudkan dalam riwayat Abdullah bin Amr radhiallahu’anhuma, dia berkata:

ذُكِرَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رِجَالٌ يَجْتَهِدُونَ فِي الْعِبَادَةِ اجْتِهَادًا شَدِيدًا فَقَالَ : ( تِلْكَ ضَرَاوَةُ الْإِسْلَامِ وَشِرَّتُهُ ؛ وَلِكُلِّ ضَرَاوَةٍ شِرَّةٌ ، وَلِكُلِّ شِرَّةٍ ، فَتْرَةٌ فَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى اقْتِصَادٍ وَسُنَّةٍ : فَلِأُمٍّ مَا هُوَ ، وَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى الْمَعَاصِي : فَذَلِكَ الْهَالِكُ ) رواه أحمد (2/165) وحسنه الألباني في “السلسلة الصحيحة” (رقم/2850)

“Diceritakan kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tentang orang-orang yang sangat semangat sekali dalam beribadah, maka beliau berkata, “Itulah puncak semangat (pengamalan) Islam dan kesungguhannya. Setiap semangat akan mencapai puncaknya, dan setiap puncaknya akan ada masa kemalasan. Barangsiapa yang waktu malasnya dalam batas wajar dan tetap dalam sunnah, maka dia telah menempuh jalan yang lurus. Dan barangsiapa yang kemalasannya melakukan kemaksiatan, maka itulah yang celaka.’ [HR. Ahmad, 2/165. Dihasankan oleh al-Albany dalam kitab As-Silsilah As-Shahihah, no. 2850]

Ungkapan ‘Faliammin ma huwa’ adalah bisa kembali di waktu kemalasannya kepada asal yang agung yakni (sesuai dengan) sunnah. Atau ia dalam kondisi di jalan yang lurus selagi masih berpegang teguh dengan Al-Kitab dan Sunnah. Dalam sebagian redaksi lain dikatakan, ‘Faqad aflaha (sungguh dia telah beruntung)’.

Abu Abdurrahman As-Sulami rahimahullah berkata, “Di antara aibnya –jiwa – adalah kemalasan yang menimpanya dalam hak-hak yang sebelumnya dilakukannya. Yang lebih aib lagi adalah orang yang tidak memperhatikan kekurangan dan kemalasannya. Yang lebih aib lagi, orang yang tidak tahu kemalasan dan kekurangannya. Kemudian yang lebih aib lagi, adalah orang yang menyangka bahwa dia semangat padahal dalam kondisi malas dan kurang. Ini adalah sikap kurang bersyukur ketika mendapatkan taufiq dalam melaksanakan hak-hak. Karena kurang bersyukur, maka semangat dialihkan menjadi kurang beremangat. Dia menutupi kekuarangannya dan menyangka baik keburukannya.

Allah Ta’ala berfirman, artinya, “Maka Apakah orang yang dijadikan (syaitan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu Dia meyakini pekerjaan itu baik, (sama dengan orang yang tidak ditipu oleh syaitan) ?” ( QS. Fathir: 8 )

Agar terhindar dari itu semua adalah dengan mengharap kepada Allah Ta’ala, senantiasa mengingat-Nya, membaca Kitab-Nya, mengagungkan kemuliaan orang-orang Islam dan meminta didoakan oleh para wali Allah (orang bertakwa) agar dikembalikan kepada kondisi semula. Semoga Allah memberikan kenikmatan dibuka baginya jalan untuk berbakti dan dalam ketaatanNya.( Uyubun-Nafsi, hal. 8 )

Seorang muslim yang menunaikan hak-hak Allah Ta’ala, menjauhi larangan-laranganNya, dia dalam kondisi kebaikan insyaallah. Kalau malaikat pencabut nyawa datang sementara dia dalam kondisi seperti itu, maka kabar gembira dengan mendapatkan keutamaan dan rahmat Allah. Cukuplah dalam hatinya ada kalimat tauhid dengan merealisasikan dalam perbuatannya.

Adapun tentang riwayat dari Syaqiq bin Abdullah rahimahullah yang berkata, “Abdullah bin Mas’ud menderita sakit, maka kami menjenguknya. Kemudian dia menangis dan mengeluh sambil berkata, ‘Sesungguhnya saya tidak menangis karena sakit. Karena saya mendengar Rasulullah sallallahu’alaih wa sallam bersabda: ‘Sakit itu sebagai penebus dosa.’ Sesunggunya saya menangis karena saya (sakit) dalam kondisi malas, bukan dalam kondisi semangat. Karena seorang hamba ditulis pahalanya ketika sakit, sama pahalanya ketika dia beramal saat sehat, namun kali ini terhalang oleh sakit.’ Dinukil oleh Ibnu Atsir dalam kitab ‘Jamiul Usul’ karangan Razin.

Riwayat tersebut tidak dapat ditafsirkan bahwa kalau dia meninggal dunia dalam kondisi malas artinya meninggal dalam kondisi suul khatimah. Hanya saja dia ingin berada dalam kondisi sempurna dan berupaya agar selalu dalam kondisi terbaik. Akan tetapi tidak setiap muslim dimudahkan meniggal dunia dalam kondisi yang dia inginkan. Yang penting adalah Allah telah memberikan kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mendapatkan pahala dan kebaikan dalam firmanNya,

إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآَتَوُا الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ (سورة البقرة: 277)

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. al-Baqarah: 277)

Dan firman Allah lainnya:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ . أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (سورة الأحقاف: 13-14)

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. al-Ahqaf: 13-14)

Ibnu Qayim rahimahullah berkata, “Pergantian kondisi bagi pelaku (amalan) adalah merupakan suatu kelaziman. Barangsiapa yang waktu malasnya itu ke lebih dekat pada kebenaran, tidak keluar dari kewajiban, dan tidak masuk dalam ranah yang diharamkan, ada harapan dia cepat kembali kepada kebaikan sebagaimana yang lalu.”

Umar bin Khattab radhiallahu’anhu berkata, ‘Sesungguh dalam hati ini ada kondisi menerima dan menolak. Kalau sedang menerima maka manfaatkan dengan menunaikan yang sunnah-sunnah. Kalau sedang menolak, maka konsistenlah dengan kewajiban-kewajiban. Dalam kondisi malas, mendung dan tertutup (hatinya) yang mana pelakunya mendapatkan hikmah yang tidak diketahui perinciannya melainkan Allah. Dari sini diketahui mana yang jujur dan mana yang bohong. Pembohong akan terbalik dan kembali ke belakang serta kegagalan dalam tabiat dan hawa nafsunya. Sementara orang yang jujur menunggu pertolongan dan tidak putus asa dari rahmat Allah. Dia menghempaskan dirinya di depan pintu ampunan dalam kondisi mengaduh, merendah, miskin serta merasa kekurangan. Bagaikan bejana kosong yang tidak ada apa-apa di dalamnya. Menunggu pemilik bejana dan pembuatnya menaruh sesuatu yang dapat memperbaikinya. Bukan disebabkan oleh seorang hamba –meskipun rasa kekurangan ini merupkan sebab terbesar- akan tetapi ia bukan dari anda, akan tetapi Dia-lah yang akan memberikan kenikmatan kepada anda, melepaskan dari anda serta mengosongkan dari anda. Dia yang menghalangi antara seseorang dan hatinya. Kalau anda telah melihat dalam kondisi dan posisi seperti ini, maka ketahuilah bahwa Dia akan mengisi bejana anda. Kalau hati tidak ditempatkan dalam posisi seperti ini, ketahuilah ini adalah hati yang kosong. Maka mohonlah kepada Tuhannya dan Yang diantara jemariNya agar mengembalikan anda, mengumpulkan yang berserakan dari anda.

Sungguh apa yang diungkapan seseorang, “Jika anda meletakkan hati bukan pada tempatnya dan tanpa bejana, maka ia adalah hati yang hilang.” [Madarijus As-Salikin, 3/126].

Tidak ada kontradiksi antara posisi orang yang terhalang mencapai kesempurnaan dengan orang yang terkena kemalasan, dari dua sisi;

1. Bahwa orang mukmin, kemalasannya itu sedikit dan terjaga. Diharapakan setelah itu dapat kembali menjadi lebih semangat dalam kebaikan. Lebih menjaga untuk mendapatkan pahala. Sehingga dapat mengganti yang hilang kepada derajat yang lebih tinggi dan menggapai sebab kesempurnaan.

2. Jika masih ada perbedaan di antara orang-orang mukmin yang masih malas sebagian, dan sebagian lainnya telah semangat, maka itu adalah keutamaan yang Allah Ta’ala berikan untuk membedakaan di antara derajat orang mukmin di surga.

Ibnu Qoyyim rahimahullah berkata, “Menyia-nyiakan waktu yang benar menggiring anda pada lembah kekurangan. Jika seseorang menyia-nyiakan waktunya, maka dia tidak sedang berdiri di tempantnya, tapi sedang turun ke derajat yang lebih rendah. Kalau tidak ke depan, maka dia pasti ke belakang. Seorang hamba pasti berjalan tidak berhenti. Mungkin ke atas, atau ke bawah, ke depan atau ke belakang. Tidak ada dalam tabiat maupun dalam syariat sesuatu yang sifatnya diam. Seluruhnya tak lain hanyalah fase-fase yang berjalan cepat. Baik ke surga atau ke neraka. Maka ada yang cepat ada yang lambat. Di depan dan di belakang. Tidak ada yang berhenti di jalan. Akan tetapi berbeda kecepatan perjalanannya, ada yang cepat ada yang lambat.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّهَا لإِحْدَى الْكُبَرِ . نَذِيرًا لِّلْبَشَرِ . لِمَن شَاء مِنكُمْ أَن يَتَقَدَّمَ أَوْ يَتَأَخَّرَ (سورة المدثر: 35-37)

“Sesungguhnya Saqar itu adalah salah satu bencana yang amat besar, sebagai ancaman bagi manusia. (Yaitu) bagi siapa di antaramu yang berkehendak akan maju atau mundur.” (QS. Al-Mudatsir: 35-37)

Di sana tidak disebutkan diam di tempat. Karena tidak ada tempat di antara surga dan neraka. Tidak ada jalan sama sekali bagi yang melalui selain dua jalur. Barangsiapa yang tidak maju dengan amalan saleh ini, maka dia akan mundur dengan amalan buruk. Kalau anda mengatakan, setiap orang yang semangat dalam mencari sesuatu, dia akan terkena kemalasan kemudian bangkit untuk mencarinya lagi? Saya katakan, hal itu merupakan suatu keharusan.

Akan tetapi orang yang malas ada dua kondisi. Mungkin dia berhenti menahan diri, dan mempersiapkan untuk berjalan. Ini adalah pemberhentian dalam perjalanan, tidak merusak dalam berhenti. Karena setiap amalan ada waktu semangat, dan ketika semangat ada waktu kemalasan. Kemungkinan berhenti karena ada seruan dari belakang, ada yang menyeret dari belakang. Kalau dia ikuti, maka pasti ke belakang. Kalau Allah menolong dengan rahmat-Nya dan melihat atas ketertinggalannya, maka dia bangkit dengan kebangkitan orang marah dan menyesali keterputusasaan, dan meloncat serta berjalan cepat agar bergabung kembali dengan rombongan.

Tapi kalau dia terlena dengan mengikuti penyeru di kebelakangnya. Tidak rela dikembalikan ke kondisi semula. Tetap dalam kondisi lengah dan mengikuti seruan hawa nafsu sehingga menjerumuskan ke kondisi yang lebih buruk, meluncur ke bawah. Maka jatuhlah dalam jurang yang sangat rendah. Terkena penyakit. Maka (kondisi seperti) itu lebih berbahaya dan lebih sulit.

Kesimpulannya, jika hamba ini mendapatkan pertolongan dari Allah Ta’ala, Dia akan menyelamatkannya dari tangan musuhnya agar terlepas darinya. Tapi kalau tidak, maka dia akan terus ke belakang sampai meninggal dunia. Berjalan ke belakang serta memalingkan punggungnya. Maka tiada kekuatan melainkan dari Allah. Dan yang terjaga adalah orang yang dijaga oleh Allah.”
[Madarijus Salikin, 1/ 267-268].

sumber : alsofwah.or.id

Etika Mencari Nafkah

Oleh
Ustadz Abu Ihsan Al Atsari Al Maidani

“Cari yang haram saja susah apalagi cari yang halal!”

Ungkapan di atas seolah telah menjadi legalitas untuk mencari harta dengan cara-cara yang tak halal. Begitulah sebagian kenyataan yang terjadi di tengah masyarakat. Khususnya, dalam urusan mencari rezeki, hanya sedikit yang mau peduli dengan rambu-rambu syari’at.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan perilaku semacam ini sebagaimana tersebut dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ أَمِنْ حَلَالٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ

“Akan datang suatu masa pada umat manusia, mereka tidak lagi peduli dengan cara untuk mendapatkan harta, apakah melalui cara yang halal ataukah dengan cara yang haram”. [HR Bukhari].

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah menyampaikan ancaman terhadap orang-orang yang memakan harta yang haram. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّهُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ النَّارُ أَوْلَى بِهِ

“Sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari harta yang haram. Neraka lebih pantas untuknya”. [HR Ahmad dan Ad Darimi].

Di dalam Al Qur’an, Allah marah terhadap orang-orang Yahudi, karena sifat mereka yang suka memakan harta haram. Allah berfirman:

سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ

“Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, (lagi) banyak memakan yang haram”. [Al Maidah:42].

Al Qurthubi, dalam tafsirnya menyebutkan, bahwa salah satu bentuk memakan yang haram adalah menerima suap.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menekankan agar umatnya mencari harta yang halal. Pasalnya, ada dua pertanyaan yang terarah berkaitan dengan harta itu, tentang asal harta dan bagaimana membelanjakannya. Dalam hadits Abu Barzah Al Aslami Radhiyallahu ‘anhu, beliau bersabda:

لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ جَسَدِهِ فِيمَا أَبْلَاهُ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا وَضَعَهُ وَعَنْ عِلْمِهِ مَاذَا عَمِلَ فِيهِ

“Tidak akan bergeser tapak kaki seorang hamba pada hari Kiamat, sampai ia ditanya tentang empat perkara. (Yaitu): tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang jasadnya untuk apa ia gunakan, tentang hartanya darimana ia mendapatkannya dan kemanakah ia meletakkannya, dan tentang ilmunya, apakah yang telah ia amalkan”. [HR At Tirmidzi dan Ad Darimi].

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan kepada kita dalam banyak hadits, urgensi mencari rezeki yang halal ini. Dalam sebuah hadits dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salalm bersabda (artinya): Tidak ada satu pun amalan yang mendekatkan kalian ke surga, melainkan telah aku perintahkan kalian kepadanya. Dan tidak ada satu pun amalan yang mendekatkan kalian ke neraka, melainkan aku telah melarang kalian darinya. Janganlah kalian menganggap rezeki kalian terhambat. Sesungguhnya, Malaikat Jibril telah mewahyukan ke dalam hati sanubariku, bahwa tidak ada seorang pun meninggalkan dunia ini, melainkan setelah sempurna rezekinya. Bertakwalah kamu kepada Allah, wahai sekalian manusia. Carilah rezeki dengan cara yang baik. Jika ada yang merasa rezekinya terhambat, maka janganlah ia mencari rezki dengan berbuat maksiat, karena karunia Allah tidaklah di dapat dengan perbuatan maksiat. [HR Al Hakim dan selainnya].

Demikian pula hadits Jabir Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salalm bersabda:

لاَ تَسْتَبْطِئُوْاالرِّزْقَ, فَإِنَّهُ لَنْ يَمُوْتَ العَبْدُ حَتَّى يَبْلُغَ آخِرَ رِزْقٍ هُوَ لَهُ, فَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ, أَخْذِ الحَلاَلِ وَ تَرْكِ الحَرَامِ

“Janganlah menganggap rezki kalian lambat turun. Sesungguhnya, tidak ada seorang pun meninggalkan dunia ini, melainkan setelah sempurna rezkinya. Carilah rezki dengan cara yang baik (dengan) mengambil yang halal dan meninggalkan perkara yang haram”.[1]

Hadits-hadits di atas memerintahkan kita agar memeriksa setiap rezeki yang telah kita peroleh. Kita harus bersiap diri dengan dua pertanyaan, darimana harta itu diperoleh dan kemana dibelanjakan? Oleh karena itu, kita mesti mengambil yang halal dan menyingkirkan yang haram. Bahkan harta yang mengandung syubhat, hendaknya juga kita jauhi.

Dalam sebuah hadits dari An Nu’man bin Basyir Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah menyatakan:

إِنَّ الْحَلَالَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لَا يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ

“Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram juga jelas. Diantara keduanya ada perkara-perkara syubhat yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Maka barangsiapa yang menjaga diri dari perkara syubhat, berarti ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan barangsiapa terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia akan terjerumus kepada perkara haram”. [Muttafaqun 'alaihi].

Rasulullah Shalallalhu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat telah mencontohkan prinsip penting tersebut secara langsung. Betapa ketatnya mereka dalam memperhatikan urusan rezeki ini. Mereka selalu memastikan dengan sungguh-sungguh, apakah rezeki yang mereka peroleh itu halal lagi baik, ataukah haram.
Dalam sebuah hadits dari Anas bin Malik Radhiayallahu ‘anhu diceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapat kurma di jalan. Maka Beliau bersabda:

لَوْلَا أَنْ تَكُونَ مِنْ صَدَقَةٍ لَأَكَلْتُهَا

“Andaikata saya tidak khawatir kurma itu dari harta sedekah, niscaya saya makan”. [Muttafaqun 'alaihi]

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah, bahwa Beliau Shallallahu ‘alaiohi wa sallam bersabda:

إِنِّي لَأَنْقَلِبُ إِلَى أَهْلِي فَأَجِدُ التَّمْرَةَ سَاقِطَةً عَلَى فِرَاشِي فَأَرْفَعُهَا لِآكُلَهَا ثُمَّ أَخْشَى أَنْ تَكُونَ صَدَقَةً فَأُلْقِيهَا

“Saat aku pulang ke rumah, aku dapati sebutir kurma jatuh di atas tempat tidurku. Kemudian kurma itu kuambil untuk kumakan. Namun aku khawatir kurma itu adalah kurma sedekah (zakat), maka aku pun membuangnya.[2]

Masih dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu , ia berkata: Al Hasan bin Ali Radhiyallahu ‘anhum mengambil sebiji kurma dari harta zakat, lalu memasukkannya ke dalam mulutnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Cih, cih!” [3] yaitu mengeluarkan dan membuangnya. Kemudian Beliau berkata:

أَمَا شَعَرْتَ أَنَّا لَا نَأْكُلُ الصَّدَقَةَ

“Tidakkah engkau tahu bahwa kita tidak boleh memakan harta zakat?”. [4]

Diriwayatkan dari Abul Hauraa’, bahwa ia bertanya kepada Al Hasan Radhiyallahu ‘anhuma : “Adakah sesuatu yang engkau ingat dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ?” Al Hasan menjawab,”Aku masih ingat, (yaitu) ketika aku mengambil sebiji kurma dari harta zakat, lalu aku masukkan ke dalam mulutku. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengeluarkan kurma itu beserta saripatinya, lalu mengembalikannya ke tempat semula. Ada yang berkata: ‘Wahai, Rasulullah. Tidaklah mengapa kurma itu dimakan oleh bocah kecil ini?’ Rasulullah n berkata: ‘Sesungguhnya, keluarga Muhammad tidak halal memakan harta zakat’.”

Ini merupakan sikap wara’, menghindari sesuatu yang masih meragukan statusnya. Dan coba lihat, bagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendidik cucu Beliau, Al Hasan agar tidak memakan dari harta yang haram. Begitu pula para sahabat.

‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha bercerita, bahwa Abu Bakar memiliki budak yang ditugaskan harus membawa bekal untuknya setiap hari. Dan Abu Bakar selalu makan dari bekal itu. Pada suatu hari, budak itu datang membawa makanan. Maka Abu Bakar menyantapnya. Kemudian budak itu bertanya: “Tahukah tuan, darimana makanan itu?” Abu Bakar balik bertanya,”Mengapa?” Budak itu berkata,”Pada masa jahiliyah dahulu, aku pernah berlagak menjadi dukun untuk mengobati seseorang, padahal aku tidak mengerti perdukunan, hanya semata-mata untuk menipunya. Lalu ia bertemu lagi denganku dan memberiku makanan yang engkau makan itu,” Maka spontan Abu Bakar memasukkan jarinya ke dalam mulut dan mengorek-ngoreknya sehingga memuntahkan semua isi perutnya”. [HR Bukhari].

Syariat juga memperhatikan hal-hal semacam ini, yaitu anjuran meninggalkan sesuatu yang masih diragukan status kehalalannya demi menjaga diri dari perkara haram.

Diriwayatkan dari ‘Adi bin Hatim Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepadaku:

إِذَا أَرْسَلْت كَلْبَكَ فَاذْكُرِ اسْمَ اللّهِ عَلَيْهِ، فإنْ أمْسَكَ عَلَيْكَ فأَدْرَكْتَهُ حَيّاً فاذْبحهُ، وَإِنْ أَدْرَكْتهُ قَدْ قَتَلَ وَلَمْ يَأْكُلْ مِنْهُ فَكُلْهُ، وَإنْ وَجَدْتَ مَعَ كَلْبِكَ كَلْباً غَيْرهُ وَقَد قَتَلَ فَلاَ تأكُلْ، فَإِنَّكَ لاَ تَدْرِي أَيُهُما قَتَلَهُ

“Apabila kamu lepaskan anjingmu, maka ucapkanlah bismillah. Jika ia menangkap seekor hewan buruan yang masih hidup untukmu, maka sembelihlah hewan tersebut. Apabila kamu dapati hewan itu sudah mati, sementara anjing itu tidak memakannya, maka silahkan makan. Tetapi apabila kamu dapati ada anjing lain yang ikut membunuh hewan buruan itu, maka jangan kamu makan, karena kamu tidak tahu anjing mana yang telah membunuh hewan tersebut”. [Muttafaqun 'alaihi].

Sebab, ada kemungkinan anjing lain yang ikut membunuh hewan tersebut tidak dilepas dengan mengucapkan bismillah sehingga tidak halal dimakan.

PRASYARAT MENCARI NAFKAH
Seseorang yang akan mencari nafkah, baik sebagai pedagang, pekerja upahan, pegawai atau profesi lainnya, hendaklah memperhatikan dua perkara penting berikut ini:

Pertama : Ilmu.
Berilmu sebelum berkata dan berbuat! Ini adalah prinsip yang sudah disepakati bersama. Namun dalam prakteknya, prinsip ini hanya tinggal prinsip. Berapa banyak orang-orang yang menganut prinsip ini, justru melanggarnya, apalagi orang-orang yang tidak mengetahuinya.

Demikian pula dalam masalah jual beli. Seseorang hendaklah memahami apa saja yang wajib dia ketahui berkaitan dengan amalan yang akan dia kerjakan.
Umar bin Al Khaththab Radhiyallahu ‘anhu pernah melarang para pedagang (pelaku pasar) yang tidak mengetahui hukum-hukum jual beli untuk memasuki pasar. Minimal, ia harus mengerti hal-hal penting yang wajib diketahuinya. Sebagai contoh, sebagai pedagang, ia harus mengetahui waktu-waktu larangan untuk berjual beli. Misalnya, pada waktu akan ditunaikan shalat Jum’at. Dasarnya ialah firman Allah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِي لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”. [Al Jumu’ah: 9].

Demikian pula, ia mesti tahu tempat-tempat larangan untuk berjual beli, masjid misalnya. Dasarnya ialah hadits riwayat ‘Abdullah bin ‘Amru Radhiyallahu ‘anhu , bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salalm melarang berjual beli di dalam masjid. [HR Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasa-i dan Ibnu Majah].

Seorang pedagang juga harus tahu barang apa saja yang dilarang diperjual-belikan. Misalnya, minuman keras, bangkai, anjing, babi dan lainnya. Dasarnya ialah hadits Abu Hurairah z bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَ جَلَّ حَرَّمَ الْخَمْرَ وَثَمَنَهَا وَحَرَّمَ الْمَيْتَةَ وَثَمَنَهَا وَحَرَّمَ الْخِنْزِيرَ وَثَمَنَهُ

“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan khamr dan mengharamkan hasil jual beli khamr, mengharamkan bangkai dan hasil jual beli bangkai, dan mengharamkan babi serta mengharamkan hasil jual beli babi”. [5]

Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ثَمَنُ الخَمْرِ حَرَامٌ, وَمَهْرُ البَغْيِ حَرَامٌ, وَثَمَنُ الكَلْبِ حَرَامٌ, وَ الكُوْبَةُ حَرَامٌ, وَإِنْ أَتَاكَ صَاحِبُ الكَلْبِ يَلْتَمِسُ ثَمَنَهُ فَأَمْلَأ يَدَيْهِ تُرَابًا وَ الخَمْرُ وَ المَيْسِرُ وَ كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ

“Hasil penjualan khamr haram, hasil melacur haram, hasil penjualan anjing haram, main dadu haram. Apabila pemilik anjing datang kepadamu meminta hasil penjualan anjingnya, maka sesungguhnya ia telah memenuhi kedua tangannya dengan tanah. Khamr, judi dan setiap minuman yang memabukkan adalah haram”.[6]

Seorang pedagang juga dilarang berlaku curang dalam timbangan dan takaran. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِينَ {1} الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُواْ عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ {2} وَإِذَا كَالُوهُمْ أَو وَّزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ

“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi”. [Muthaffifiin:1-3].

Semua itu hanya dapat diketahui dengan ilmu. Dan masih banyak lagi perkara lain yang berkaitan dengan larangan-larangan dalam jual beli yang harus diketahui seorang pedagang, baik menyangkut waktu, tempat, barang, etika dan tata caranya.

Sebagai pegawai, seseorang juga harus mengetahui apa saja yang dilarang berkaitan dengan pekerjaannya. Misalnya, seorang pegawai dilarang mengambil hadiah saat tugas atau dinas, karena hal itu termasuk ghulul (komisi) yang diharamkan. Diriwayatkan dari Abu Humaid As Saa’idi Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah berkata:

هَدَايَا العُمَّال غُلُوْلٌ

“Hadiah bagi para amil (pegawai) termasuk ghulul! [7] [Hadits shahih. Telah dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albaani dalam Irwaaul Ghalil 2622].

Tentu saja, bila seseorang tidak mengetahui hal-hal tersebut ia bisa terjatuh ke dalam perkara haram.

Kedua : Takwa.
Takwa adalah sebaik-baik bekal. Pedagang, pegawai atau apapun profesinya harus memiliki bekal takwa. Secara umum Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan dan mengancam para pedagang dengan sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

التُّجَّارُ هُمُ الفُجَّارُ

“Para pedagang itu kebanyakannya orang-orang fajir”. [8]

Pedagang yang fajir, yaitu pedagang yang tidak mengindahkan rambu-rambu syariat. Sehingga ia jatuh ke dalam larangan-larangan, seperti bersumpah palsu untuk melariskan dagangan, menipu, khianat, curang dan lain-lain.

Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salalm memuji pedagang yang jujur lagi bertakwa. Abu Sa’id Al Khudri Radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

التَّاجِرُ الصَّدُوْقُ الأَمِيْنُ مَعَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ

“Pedagang yang jujur lagi terpercaya akan bersama para nabi, kaum shiddiq dan para syuhada”. [HR At Tirmidzi, Al Hakim, dan Ad Darimi.

JADI, KEJUJURAN DAN AMANAH MERUPAKAN BUAH DARI TAKWA
Demikian pula pegawai, harus berbekal takwa. Maraknya kasus-kasus korupsi, suap-menyuap, kecurangan, merupakan akibat hilangnya ketakwaan. Sehingga membuat seseorang menjadi gelap mata saat melihat gemerlap dunia.

Sebagian orang ada yang berprinsip, carilah harta sebanyak-banyaknya meski dengan cara-cara yang haram, seperti korupsi, suap, penipuan, kecurangan dan lainnya. Nanti setelah terkumpul harta yang banyak, baru berbuat baik, bersedekah dan lain sebagainya. Prinsip dan anggapan seperti ini jelas salah. Sebab Allah Maha Baik dan tidak menerima, kecuali yang baik-baik.
Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ جَمَعَ مَالاً حَرَامًا ثُمَّ تَصَدَّقَ بِهِ لَمْ يَكُنْ لَهُ فِيْهِ أَجْرٌ وَ كَانَ إِصْرُهُ عَلَيْهِ

"Barangsiapa mengumpulkan harta haram kemudian menyedekahkannya, maka ia tidak memperoleh pahala darinya dan dosanya terbebankan pada dirinya".[9]

Sedekah dan kebaikannya itu tidak bernilai sedikit pun di sisi Allah. Dia tetap terbebani dosa karena telah mengumpulkan harta melalui cara yang haram. Jadi, anggapan seperti di atas jelas keliru.

Demikianlah dua perkara penting yang harus dimiliki, yaitu ilmu dan ketakwaan. Jadilah pedagang atau pegawai yang berilmu dan bertakwa, sebab ilmu dan takwa itu merupakan kunci kesuksesan dalam mencari rezeki yang halal lagi baik.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun IX/1426/2005M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Hadits shahih, diriwayatkan oleh Ibnu Hibban (3239 dan 3241), Al Hakim (II/4), Al Baihaqi (V/264 dan 265), Abu Nu’aim dalam Al Hilyah (III/156-157) dari jalur Muhammad bin Al Munkadir dari Jabir.
[2]. Hadits riwayat Al Bukhaari (2431) dan Muslim (1070), ada penyerta lain dari hadits Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu.
[3]. Kata-kata untuk menegur anak-anak dari kotoran. Maksudnya, buang dan keluarkanlah benda itu!
[4]. HR Bukhari (1491) dan Muslim (1069).
[5]. Hadits shahih, diriwayatkan Abu Dawud (3485) dan yang lainnya.
[6]. Hadits shahih, diriwayatkan oleh Ath Thabraani dalam Al Kabir (12601) secara lengkap. Diriwayatkan juga oleh Abu Dawud (3482), Ahmad (I/274-278 dan 289-350) dan Ath Thayaalisi (2755) secara terpisah.
[7]. Ghulul, artinya mengambil harta yang bukan haknya secara khianat.
[8]. Dishahihkan oleh Al Albaani dalam Silsilah Ahaadiits Ash Shahihah, jilid pertama.
[9]. Hadits shahih lighairihi, diriwayatkan oleh Ibnu Hibban (3367) dari jalur Darraj Abu Samah dari Ibnu Hujairah dari Abu Hurairah.

sumber artikel: almanhaj.or.id

Sudahkah Anda Merasakan Manfaat Shalat?

Imam Hasan al-Bashri rahimahullâh pernah mengatakan:

“Wahai, anak manusia. Shalat adalah perkara yang dapat menghalangimu dari maksiat dan kemungkaran. Jika shalat tidak menghalangimu dari kemaksiatan dan kemungkaran, maka hakikatnya engkau belum shalat”.[1]

Dari nasihat beliau ini, kita bisa memahami bahwa shalat yang dilakukan secara benar akan membawa pengaruh positif kepada pelakunya. Dan pada kesempatan ini, marilah kita mempelajari manfaat-manfaat shalat. Kemudian kita tanyakan kepada diri sendiri, sudahkah aku merasakan manfaat shalat?

1. Shalat adalah simbol ketenangan.

Shalat menunjukkan ketenangan jiwa dan kesucian hati para pelakunya. Ketika menegakkan shalat dengan sebenarnya, maka diraihlah puncak kebahagiaan hati dan sumber segala ketenangan jiwa.

Dahulu, orang-orang shalih mendapatkan ketenangan dan pelepas segala permasalahan ketika mereka tenggelam dalam kekhusyu’kan shalat. Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud rahimahullâh dalam Sunan-nya:

Suatu hari ‘Abdullah bin Muhammad al- Hanafiyah rahimahullâh pergi bersama bapaknya menjenguk saudara mereka dari kalangan Anshar. Kemudian datanglah waktu shalat. Dia pun memanggil pelayannya, ”Wahai pelayan, ambillah air wudhu! Semoga dengan shalat aku bisa beristirahat,” Kami pun mengingkari perkataannya. Dia berkata: “Aku mendengar Nabi Muhammad bersabda, ’Berdirilah ya Bilal, istirahatkanlah kami dengan shalat!’.”[2]

Marilah kita mengintrospeksi diri, sudahkah ketenangan seperti ini kita dapatkan dalam shalat-shalat kita? Sudah sangat banyak shalat yang kita tunaikan, tetapi pernahkah kita berfikir manfaat shalat ini? Atau rutinitas shalat yang kita tegakkan sehari-hari?

Suatu ketika seorang tabi’in yang bernama Sa’id bin Musayib rahimahullâh mengeluhkan sakit di matanya. Para sahabatnya berkata kepadanya: “Seandainya engkau mau berjalan-jalan melihat hijaunya Wadi ‘Aqiq, pastilah akan meringankan sakitmu,” tetapi ia menjawab: “Lalu apa gunanya aku shalat ‘Isya` dan Subuh?”[3]

Demikianlah, generasi terdahulu dari umat ini memposisikan shalat dalam kehidupan mereka. Bagi mereka, shalat adalah obat bagi segala problematika. Dengan hati yang ikhlas mereka menunaikan shalat, sehingga jiwa menuai ketenangan dan mendapatkan kebahagiaan.

2. Shalat adalah cahaya.

Ambillah cahaya dari shalat-shalat kita. Ingatlah, cahaya shalat bukanlah cahaya biasa. Dia cahaya yang diberikan oleh Penguasa alam semesta ini. Diberikan untuk menunjuki manusia ke jalan yang lurus, yaitu jalan ketaatan kepada Allâh Rabul ‘alamin.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullâh, dari sahabat Abu Mâlik al-’Asy’ari radhiyallâhu’anhu, Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam bersabda: (dan shalat itu adalah cahaya).

Oleh karena itu, marilah menengok diri kita, sudahkah cahaya ini menerangi kehidupan kita? Dan sungguh sangat mudah jika kita ingin mengetahui apakah shalat telah mendatangkan cahaya bagi kita? Yakni dapat lihat, apakah shalat membawa ketaatan kepada Allâh dan menjauhkan kita dari bermaksiat kepada-Nya? Jika sudah, berarti shalat itu telah menjadi sumber cahaya bagi kehidupan kita. Inilah cahaya awal yang dirasakan manusia di dunia. Dan kelak di akhirat, ia akan menjadi cahaya yang sangat dibutuhkan, yang menyelamatkannya dari berbagai kegelapan sampai mengantarkannya kepada surga Allâh Ta’ala .



3. Shalat sebagai obat dari kelalaian.

Lalai adalah penyakit berbahaya yang menimpa banyak manusia. Lalai mengantarkan manusia kepada berbagai kesesatan, bahkan menjadikan manusia tenggelam di dalamnya. Mereka akan menanggung akibat dari kelalaian yang mereka alami di dunia maupun di akhirat kelak. Sehingga lalai menjadi penutup yang menutupi hati manusia. Hati yang tertutup kelalaian, menyebabkan kebaikan akan sulit sampai padanya. Tetapi menegakkan shalat sesuai dengan syarat dan rukunnya, dengan menjaga sunnah dan khusyu di dalamnya, insya Allâh akan menjadi obat paling mujarab dari kelalaian ini, membersihkan hati dari kotoran-kotorannya. Allâh Ta’ala berfirman:

(Qs. al-A’raf/7:205)

Dan sebutlah (nama) Rabbmu dalam hatimu
dengan merendahkan diri dan rasa takut,
dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang,
dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.
(Qs. al-A’ra/7:205)

Berkata Imam Mujahid rahimahullâh:

“Waktu pagi adalah shalat Subuh dan waktu petang adalah shalat ‘Ashar”.

Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

hadist

Barang siapa yang menjaga shalat-shalat wajib,
maka ia tidak akan ditulis sebagai orang-orang yang lalai.[4]

4. Shalat sebagai solusi problematika hidup.

Sudah menjadi sifat dasar manusia ketika dia tertimpa musibah dan cobaan, dia akan mencari solusi untuk menyelesaikan permasalahannya. Maka tidak ada cara yang lebih manjur dan lebih hebat dari shalat. Shalat adalah sebaik-baik solusi dalam menghadapi berbagai macam cobaan dan kesulitan hidup. Karena tidak ada cara yang lebih baik dalam mendekatkan diri seseorang dengan Rabb-nya kecuali dengan shalat. Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam dalam sabdanya mengucapkan:

hadist

Posisi paling dekat seorang hamba dengan Rabbnya yaitu ketika dia sujud,
maka perbanyaklah doa.
(HR Muslim)[5]

Inilah di antara manfaat shalat yang sangat agung, mendekatkan hamba dengan Dzat yang paling ia butuhkan dalam menyelesaikan problem hidupnya. Maka, kita jangan menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Jangan sampai kita lalai dalam detik-detik shalat kita. Jangan pula terburu-buru dalam shalat kita, seakan tidak ada manfaat padanya. Shalat bisa menjadi sarana menakjubkan untuk mendatangkan pertolongan dan dukungan Allâh Ta’ala.

Dalam kisah Nabi Yunus ‘alaihissalam, Allâh Ta’ala menceritakan:

(Qs. ash-Shafât/37:143-144)

Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orangorang yang banyak mengingat Allâh,
niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.
(Qs. ash-Shafât/37:143-144)

Sahabat Ibnu ‘Abbas rahimahullâh menafsirkan “banyak mengingat Allâh”, yaitu, beliau termasuk orang-orang yang menegakkan shalat.[6]

Sahabat Hudzaifah radhiyallâhu’anhu pernah menceritakan tentang Nabi Muhammad Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam :

hadist

Dahulu, jika Nabi n tertimpa suatu urusan, maka beliau melaksanakan shalat.
(HR Abu Dawud)[7]

5. Shalat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.

Sebagaimana telah kita fahami, bahwasanya shalat akan membawa cahaya yang menunjukkan pelakunya kepada ketaatan. Bersamaan dengan itu, maka shalat akan mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar. Sebagaimana hal ini difirmankan Allâh Ta’ala :

(Qs. al-Ankabût/29:45)

Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-Kitab (Al-Qur‘an)
dan dirikanlah shalat.
Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.
Dan sesungguhnya mengingat Allâh (shalat)
adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain).
Dan Allâh mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(Qs. al-Ankabût/29:45)

Ketika menafsirkan ayat ini, Ibnu ‘Abbas radhiyallâhu’anhu mengatakan:

“Dalam shalat terdapat larangan dan peringatan dari bermaksiat kepada Allâh”.[8]

6. Shalat menghapuskan dosa.

Selain mendatangkan pahala bagi pelakunya, shalat juga menjadi penghapus dosa, membersihkan manusia dari dosa-dosa yang pernah dilakukannya.

Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

hadist

“Apa pendapat kalian,
jika di depan pintu salah seorang dari kalian ada sungai (mengalir);
dia mandi darinya lima kali dalam sehari, apakah tersisa kotoran darinya?”
Para sahabat menjawab: “Tidak akan tertinggal kotoran sedikitpun”.
Beliau Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Demikianlah shalat lima waktu,
Allâh Ta’ala menghapuskan dengannya kesalahan-kesalahan”.
(HR Bukhâri dan Muslim)

Inilah sebagian manfaat shalat yang tak terhingga banyaknya, dari yang kita ketahui maupun yang tersimpan di sisi Allâh Ta’ala. Oleh karena itu, marilah kita memperhatikan diri kita masing-masing, sudahkah di antara manfaat-manfaat tersebut yang kita rasakan? Ataukah kita masih menjadikan shalat sebagai salah satu rutinitas hidup kita? Jangan sampai kita termasuk orang-orang yang dicela Allâh dalam firman-Nya:

(Qs. al-Mâ’ûn/107:4-5)

Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,
(yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.
(Qs. al-Mâ’ûn/107:4-5)

Semoga Allâh Ta’ala memasukkan kita ke dalam golongan hamba-hambanya yang menegakkan shalat, dan memetik buahnya dari shalat yang kita kerjakan.

Oleh: Ustadz Mochamad Taufiq Badri

(Majalah As-sunnah Edisi 05/Tahun XII)

Bukti Bahwa Istighfar dan Taubat termasuk Kunci Rezeki

Oleh : Syaikh Dr. Fadhl Ilahi

Imam Al-Hasan Al-Bashri juga menganjurkan istighfar (memohon ampun) kepada setiap orang yang mengadukan kepadanya tentang kegersangan, kefakiran, sedikitnya keturunan dan kekeringan kebun-kebun.

Imam Al-Qurthubi menyebutkan dari Ibnu Shabih, bahwasanya ia berkata :”Ada seorang laki-laki mengadu kepada Al-Hasan Al-Bashri tentang kegersangan (bumi) maka beliau berkata kepadanya, ‘Ber-istighfar-lah kepada Allah!. Yang lain mengadu kepadanya tentang kemiskinan maka beliau berkata kepadanya, ‘Ber-istighfar-lah kepada Allah!. Yang lain lagi berkata kepadanya, ‘Do’akanlah (aku) kepada Allah, agar Ia memberiku anak!, maka beliau mengatakan kepadanya, ‘Ber-istighfar-lah kepada Allah!. Dan yang lain lagi mengadu kepadanya tentang kekeringan kebunnya maka beliau mengatakan (pula) kepadanya, ‘Ber-istighfar-lah kepada Allah!”.

Dan kami menganjurkan demikian kepada orang yang mengalami hal yang sama. Dalam riwayat lain disebutkan :”Maka Ar-Rabi’ bin Shabih berkata kepadanya, ‘Banyak orang yang mengadukan macam-macam (perkara) dan Anda memerintahkan mereka semua untuk ber-istighfar. [1]. Maka Al-Hasan Al-Bashri menjawab, ‘Aku tidak mengatakan hal itu dari diriku sendiri. Tetapi sungguh Allah telah berfirman dalam surat Nuh.

“Artinya : Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai- sungai”. [Nuh : 10-12] [2]

Allahu Akbar ! Betapa agung, besar dan banyak buah dari istighfar ! Ya Allah, jadikanlah kami termasuk hamba-hamba-Mu yang pandai ber-istighfar. Dan karuniakanlah kepada kami buahnya, di dunia maupun di akhirat. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan. Amin, wahai Yang Mahahidup dan terus menerus mengurus mahluk-Nya.

[2] Ayat Lain Adalah Firman Allah Yang Menceritakan Tentang Seruan Hud Alaihis Shalatu Was Sallam Kepada Kaumnya Agar Ber-istighfar.

“Artinya : Dan (Hud berkata), Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat lebat atasmu dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa”. [Hud : 52]

Al-Hafiz Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat yang mulia di atas menyatakan : “Kemudian Hud Alaihis salam memerintahkan kaumnya untuk ber-istighfar yang dengannya dosa-dosa yang lalu dapat dihapuskan, kemudian memerintahkan mereka bertaubat untuk masa yang akan mereka hadapi. Barangsiapa memiliki sifat seperti ini, niscaya Allah akan memudahkan rizkinya, melancarkan urusannya dan menjaga keadaannya. Karena itu Allah berfirman.

“Artinya : Niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat lebat atasmu” [Tafsir Ibnu Katsir, 2/492. Lihat pula, Tafsir Al-Qurthubi, 9/51]

Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang memiliki sifat taubat dan istighfar, dan mudahkanlah rizki-rizki kami, lancarkanlah urusan-urusan kami serta jagalah keadan-keadaan kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha mengabulkan do’a. Amin, whai Dzat Yang Memiliki keagungan dan kemuliaan.

[3] Ayat Lain Adalah firman Allah.

“Artinya : Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepadaNya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus-menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan, dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari Kiamat”. [Hud : 3]

Pada ayat yang mulia di atas, terdapat janji-janji dari Allah Yang Mahakuasa dan Maha Menentukan berupa kenikmatan yang baik kepada orang yang ber-istighfar dan bertaubat. Dan maksud dari firmanNya.

“Artinya : Niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu”. Sebagaimana dikatakan oleh Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhuma adalah. ‘Ia akan menganugrahi rizki dan kelapangan kepada kalian’. [Zaadul Masiir, 4/75]

Sedangkan Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan :”Inilah buah istighfar dan taubat. Yakni Allah akan memberikan kenikmatan kepada kalian dengan berbagai manfaat berupa kelapangan rizki dan kemakmuran hidup serta Ia tidak akan menyiksa kalian sebagaimana yang dilakukanNya terhadap orang-orang yang dibinasakan sebelum kalian”. [Tafsir Al-Qurthubi, 9/403. Lihat pula, Tafsir Ath-Thabari, 15/229-230, Tafsir Al-Baghawi. 4/373, Fathul Qadir, 2/695 dan Tafsir Al-Qasimi, 9/63]

Dan janji Tuhan Yang Mahamulia itu diutarakan dalam bentuk pemberian balasan sesuai dengan syaratnya. Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi berkata :”Ayat yang mulia tersebut menunjukkan bahwa ber-istighfar dan bertaubat kepada Allah dari dosa-dosa adalah sebab sehingga Allah menganugrahkan kenikmatan yang baik kepada orang yang melakukannya sampai pada waktu yang ditentukan. Allah memberikan balasan (yang baik) atas istighfar dan taubat itu dengan balasan berdasarkan syarat yang ditetapkan”.[Adhwa'ul Bayan, 3/9]

[4] Dalil Lain Bahwa Istighfar Dan Taubat Adalah Diantara Kunci-Kunci Rizki

Yaitu hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, Abu Daud, An-Nasa’i, Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhuma ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya :Barangsiapa memperbanyak istighfar (mohon ampun kepada Allah[3] niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya jalan keluar dan untuk setiap kesempitannya kelapangan dan Allah akan memberinya rizki (yang halal) dari arah yang tidak disangka-sangka[4]“.

Dalam hadits yang mulia ini, Nabi yang jujur dan terpercaya, yang berbicara berdasarkan wahyu, Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan tentang tiga hasil yang dapat dipetik oleh orang yang memperbanyak istighfar. Salah satunya yaitu, bahwa Allah Yang Maha Memberi rizki, Yang Memiliki kekuatan akan memberikan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka dan tidak diharapkan serta tidak pernah terdetik dalam hatinya.

Karena itu, kepada orang yang mengharapkan rizki hendaklah dia bersegera untuk memperbanyak istighfar (memohon ampun), baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan. Dan hendaknya setiap muslim waspada!, sekali lagi hendaknya waspada! dari melakukan istighfar hanya sebatas dengan lisan tanpa perbuatan. Sebab ia adalah pekerjaan para pendusta.

[Disalin dari buku Mafatiihur Rizq fi Dhau'il Kitab was Sunnah oleh Dr. Fadhl Ilahi, dengan edisi Indonesia Kunci-kunci Rizki Menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah hal. 7-18 terbitan Darul Haq, Penerjemah Ainul Haris Arifin, Lc]
________
Fote Note
[1]. [Tafsir Al-Khazin, 7/154. Lihat pula, Ruhul Ma'ani, 29/73]
[2]. [Tafsir Al-Qurthubi, 18/302-303. Lihat pula Al-Muharrar Al-Wajiz, 16/123]
[3]. “Barangsiapa menetapi – dalam riwayat lain – tidak meninggalkan istighfar”. Lihat, Sunan Abi Daud, 4/267, Sunan Ibni Majah, 2/339. Dan maknanya, sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Abu Ath-Thayyib Al-Azhim Abadi yaitu saat terjadinya maksiat atau adanya ujian atau ada orang yang penyakitnya terus menerus, maka sungguh dalam setiap nafas ia membutuhkan kepadanya (istighfar dan taubat). Karena itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Artinya : Beruntunglah orang yang mendapati dalam shahifah (catatan amalnya) istighfar yang banyak”. (Hadist Riwayat Ibnu majah dengan sanad hasan shahih). [Aunul Ma'bud, 4/267]
[4] Al-Musnad, no. 2234, 4/55-56 dan lafazh tersebut adalah redaksi miliknya ; Sunan Abi Daud, Abwabu Qiyamil Lail, Tafri’u Abwabil Witr, Bab Fil Istighfar, no. 1515, 4/267 ; Kitabus Sunan Al-Kubra, Kitabu Amalil Yaumi wal Lalilah, no 10290/2,6/118 ; Sunan Ibni Majah, Abwabul Adab, Bab Al-Istighfar, no. 3864, 2/339 ; Al-Mustadrak ‘alash Shahihain, Kitabut Taubah wal Inabah, 4/292. Sebagian ahli hadits menyatakan hadits ini dha’if karena salah satu periwayatnya (cacat). (Lihat, At-Talkhish, Al-Hafizd Adz-Dzahabi, 4/262 ; Aunul Ma’bud, 4/267 ; Dha’ifu Sunan Abi Daud, Syaikh Al-Albani, hal. 149) Tetapi sanad hadits tersebut dishahihkan oleh Imam Al-Hakim (Lihat, Al-Mustadrak, 4/262). Dan Syaikh Ahmad Muhammad Syakir berkata : “Sanad hadits ini shahih” (Hamisy Al-Musnad, 4/55). Demikian sebagai jawaban atas apa yang dikatakan tentang salah seorang perawinya. Wallahu a’lam bish shawab.

sumber : almanhaj.or.id

Bagaimana Merencanakan Kehidupan Anda

IMAN QARAMI

Bagaimanakah caranya untuk merealisasikan keinginan-keinginan atau tujuan kita dalam waktu yang sesingkat singkatnya dan dengan usaha yang seminim minimnya?!

Untuk mewujudkan keinginan atau tujuan-tujuan tersebut , anda harus mengusai waktu:

Di dalam diri setiap kita sering berkecamuk kata-kata “aku ingin menjadi……” Ungkapan itu selalu berawal dari sesuatu yg besar kemudian tidak lama setelah itu berangsur-angsur hilang. Maka apa sebab semua cita-cita atau impian kita tidak berubah menjadi sebuah kenyataan yang bisa disentuh?!

Sesungguhnya, agar tujuan itu bisa tercapai, sebaiknya harus dibatasi dari sisi ukuran dan waktu, karena keinginan dan waktu dua hal yang tidak bisa dipisah satu sama lain, tidak mungkin untuk merealisasikan yang satu dengan mengesampingkan yang lain.

Maka seseorang yang membatasi keinginan/cita-cita dalam hidupnya, dialah satu-satunya orang yang mampu mengatur waktunya secara cakap dan profesional, yang mewujudka keinginannya sejauh manfaat yang bisa dia ambil dari tujuannya tersebut. Pada sisi lain orang yang membatasi tujuan/keinginanya haruslah memiliki titik permulaan dan titik penghabisan dengan cara meletakkan rentang waktu tertentu dalam proses perwujudan tujuan-tujuan itu.

Dr. Ibrohim al-Fiqi mengatakan: “Tujuan anda harus memiliki bingkai waktu, karena dengan waktu itu anda dapat merealisasikan tujuan-tujuananda.” Tidaklah terlalu berlebihan dalam hal ini, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan kepada kita dalam kitab-Nya yang mulia, bahwa Dia telah memberi batasan tujuan untuk kita yaitu “masuk surga”, kemudian memberi batasan waktu yang memungkinkan kita untuk mewujudkan tujuan itu di dalamnya, yaitu: dunia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ (١٠)

“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang diantara kamu.” (al-Munafiqun: 10)

Maka apabila tujuan yang sangat besar dalam kehidupan yaitu masuk surga tidak akan terwujud kecuali melalui jangka waktu yang terbatas maka bagaimana dengan tujuan-tujuan yang lainnya?!

Jadi, setiap orang yang meletakkan cita atau tujuan dalam dirinya haruslah membatasinya dengan waktu tertentu. Maka tujuan atau cita-cita yang tak memiliki bingkai waktu tidak lain hanyalah impian-impian kosong. Jika kita menyetui hal itu maka kita harus bisa menjawab pertanyaan yang mengambang di permukaan secara langsung, yaitu:

“Apakah kita memiliki waktu yang cukup untuk mewujudkan tujuan/cita-cita kita?!”

Kita memiliki semua waktu yang kita butuhkan

Sesungguhnya pikiran bahwa manusia telah menginvestasikan seluruh waktu mereka adalah tidak benar sama sekali, sebagaimana keluhan habisnya waktu atau kurangnya waktu merupakan usaha atau sikap yang sia-sia atau tidak produktif serta membuang waktu dan tenaga dengan percuma. Maka setiap orang memiliki 24 jam dalam sehari atau 1.440 menit pas, tidak lebih dan tidak kurang. Terkadang anda berharap untuk memiliki waktu tambahan lebih banyak dari waktu yang ada pada anda. Apa anda kira ini mungkin? Sesungguhnya waktu merupakan hal-hal yang semua manusia sama di hadapannya. Maka waktu yang ada padamu seperti waktu yang ada pada al-Imam Ibnul Jauzi misalnya, yang dia pernah berkata tentang dirinya: “Telah kutulis dengan kedua jariku ini dua ribu jilid buku, dan telah bertaubat melalui tanganku seratus ribu orang, serta telah masuk Islam melalui tanganku dua puluh ribu Yahudi dan Nasrani.”

Waktu yang ada pada anda juga sama dengan yang ada pada al-Imam Ibnu Jarir ath-Thabari yang menetap selama 40 tahun dalam keadaan menulis setiap hari 40 lembar sehingga beliau rahimahullah telah menulis jumlah yang mendekati 584.000 lembar.

Waktu yang ada pada anda juga sama dengan yang ada pada Ibnu al-Haitsam, Ibnu an-Nafis, Newton, Einstein dan lain lain.

Setiap orang memiliki waktu itu sendiri, akan tetapi siapakah yang mau mengeksploitasi/memanfaatkan waktu yang ada padanya?!

Waktu akan hilang atau diluangkan akan tetapi selamanya tidak akan tersimpan

Dari sinilah perhatian Salafu ash-shaleh terhadap waktu amat besar. Al-Imam Ibnu al-Jauzi pernah berwasiat dalam salah satu wasiat dari wasiat-wasiatnya yang sangat berharga yang terhimpun dalam risalahnya yang sangat berkualitas “Risalah ila Waladi (pesan untuk anakku) ”. Dalam sebuah wasiat yang beliau tulis untuk anaknya, Abul Qosim Badruddin, beliau berpesan: “Ketahuilah bahwa hari-hari menghamparkan waktu, dan waktu membentangkan nafas-nafas, dan setiap nafas adalah tempat penyimpanan, maka berhati-hatilah jangan sampai nafas melayang tanpa sesuatu, maka engkau akan melihat pada hari kiamat tempat penyimpanan yang kosong lalu kau menyesal.”

Para Salaf pernah bertutur: “Salah satu dari tanda kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah tersia-siakannya waktu.”

Mereka juga pernah mengatakan: “Waktu adalah pedang, jika engkau tidak memotongnya maka dialah yang memotongmu.”

Ungkapan bervariasi namun maknanya tetap satu yaitu: “Malam dan siang bergerak cepat berbuat terhadapmu, maka berbuatlah terhadap mereka berdua.”

Tujuan haruslah mempunyai batasan waktu, dan waktu berada diantara orang yang meluangkan waktu dan menyia-nyiakannya. Maka yang menjadi pertanyaan adalah: bagaimanakah kita meluangkan waktu untuk mewujudkan tujuan dan meraih cita-ita kita?

Untuk meluangkan menit-menit anda harus membuat perencanaan

Tidak ada cara untuk meluangkan menit-menit tersebut yang paling baik kecuali dengan perencanaan.

Apakah anda mengetahui bahwa setiap menit yang kita pergunakan dalam perencanaan berarti memperkecil waktu yang dibutuhkan rata-rata 1 sampai 4 menit? Apabila anda menghabiskan waktu 10 menit berarti waktu dihemat sekitar 30 sampai 40 menit, apabila engkau menghabiskan waktu 1 jam maka engkau menghemat waktu mendekati 3 sampai 4 jam.

Dan selanjutnya mungkin engkau akan dapat mengontrol 15 menit dari perencanaan dengan efesiensi kerja sehari penuh.

Kebanyakan apa yang dikatakan orang-orang bahwa perencanaan hanya membuang waktu, maka saya katakan kepada anda jika anda yakin bahwasanya anda tidak memiliki waktu untuk membuat perencanaan maka ketahuilah bahwa perencanaan memberimu tambahan waktu dan letakanlah selalu hikmah ini di depan kedua matamu: Apabila engkau menghabiskan menit-menit dengan bijaksana, maka jam-jam dan hari-hari akan bermakna dengan sendirinya .

sumber : qiblati.com