Jumat, 29 Juni 2012

....>>Sabar itu menyatukan tubuh dan pikiran>>...

Beberapa hari yang lalu menjelang waktu sore hari 27/06/2012 saya mengendarai sepeda motor menuju pasar gedhe solo untuk membeli ikan hias. Disepanjang perjalanan saya begitu menikmati pemandangan kota solo dengan perlahan lahan menjalankan motor saya karena sejak beberapa harini saya lewatkan begitu saja karena sedang terburu buru hendak menuju kampus. Sepanjang perjalanan sore itu saya menikmati sejuknya angin berhembus, dedaunan yang hijau melambai lambai yang mungkin hal ini tidak dirasakan sebagian besar para pengguna motor pada waktu sore hari itu. Mereka dengan penuh ketidak sabaran saling mendahului dan berlalu. Perjalanan sore itu membuatku bertafakur sejenak tentang hidup ini, alangkah indahnya bila kita bisa menikmati proses dalam setiap kehidupan ini, pikiran tentang kekhawatiran masa depan membuatku tersadar untuk tidak bisa menikmati anugerah hidup hari inni.


Pikiranku masih membayangkan hikmah apa yang hendak allah sampaikan dalam setiap ujian hidup ini. Hingga sampailah ketika pada malam jum'at kajian asmaul husna oleh masjid daarut tauhid dari radio mh fm menyampaikan ceramah yang sederhana tentang sabar. ustad syarifudin menyampaikan bahwa ""Sabar itu menyatukan tubuh dan pikiran"" Kalimat ini sungguh mengingatkan saya tentang sepanjang perjalanan saya pada sore hati itu. Betapa tidak? Begitu sederhananya konsep sabar, sehingga saya tak habis pikir mengapa seringkali seseorang bingung bagaimana ia bisa bersabar. Saya mencoba merenung dengan sepanjang perjalanan hidup saya, ternyata saya masih belum menjadi orang yang sabar.


Mengapa seseorang tidak sabar?

Sebab tubuh dan pikirannya tidak menyatu. Tubuh di satu tempat, pikiran di tempat lain. Tubuh di kendaraan merasakan macet, pikiran sudah melayang sampai di rumah. Tubuh masih menjadi seorang staf, pikiran sudah melayang menjadi direktur. Tubuh sedang antri di nomor 59, pikiran sudah pergi ke nomor 1. Dan seterusnya.
Seseorang tidak sabar, sebab tubuh dan pikirannya berjalan sendiri-sendiri. Maka cara mudah bersabar adalah menyatukan tubuh dan pikiran. Dimana tubuh berada, disinilah pikiran turut menikmati.


Caranya?


Saya mencoba mentafakuri kembali biasanya saat saat saya tidak sabaran. Misal, saat berada di kemacetan. Sementara tubuh sedang berada di kendaraan, dan perasaan berkecamuk, apakah yang sedang Anda pikirkan? Film apa yang sedang Anda putar?
Aha! Bukankah ia tidak selaras? Mungkin Anda sedang memutar film saat ketika sudah sampai di rumah dan bersantai. Maka ketika Anda ingin bersabar, mengapa tidak pegang remote control Anda, dan ganti channel film yang sedang Anda putar dengan film kondisi di sekitar tempat Anda berada. Ya, di kemacetan ini.


Apa yang Anda lihat? Perhatikan. Apa yang Anda dengar? Dengarkan. Apa yang Anda rasakan? Nikmati.

Sehingga saat Sya sudah dapat memikirkan, sepenuhnya, apa yang sedang Anda alami, kemacetan ini, sekarang, bukankah sebuah rasa tenang seketika hadir dalam hati, tanpa Anda tahu bagaimana caranya?
Ada yang menyebut kondisi seperti ini here and now, awareness, dst. Pada intinya, menyatukan kembali tubuh dan pikiran, untuk menikmati saat ini.


Sabar adalah menikmati proses, tanpa terganggu dengan hasil akhir.
Sebab satu-satunya waktu yang kita miliki adalah saat ini. Yang kemarin sudah lewat. Yang esok belum tentu sempat dialami. Maka sejatinya tugas manusia adalah bersabar, alias menjalani saat ini dengan sungguh-sungguh, tanpa terlalu banyak memikirkan hasil akhir.


Bukan berarti bahwa kita tidak memerlukan target. Tentu saja kita perlu target, impian, visi, dan lain-lain. Dan setelah ia begitu jelas dan nyata dirumuskan, maka eksekusinya di masa kinilah yang akan menentukan apakah ia sekedar mimpi atau aksi.


Caranya?
Mari tandai apa yang muncul dalam pikiran saat sedang tidak sabar menjalankan berbagai tugas yang menjadi tanggung jawab kita.

Apa filmnya? Apa suaranya? Apa rasanya?Sudah? Bagus!

Persis sama dengan proses sebelumnya, segera ganti filmnya, dengan warna dan efek yang lebih menarik dan menggairahkan. Ganti atau tambah dengan soundtrack yang menyemangati diri. Lalu sebarkan perasaan yang telah muncul, ke seluruh tubuh.

Saya teringat sebuah ungkapan yang mengatakan,

“Kecepatan, seringkali mengurangi penghayatan.”

Era serba cepat ajarkan manusia kini untuk memiliki kesabaran yang menipis. Padahal, dalam setiap perjalanan, seringkali terdapat banyak kenikmatan yang mubazir untuk dilewatkan.

Bukankah jika sedang memakan makanan favorit kita tak ingin buru-buru, dan menikmati setiap suapan?

Sebagi bahan tafakur berapa banyak hal yang segera dapat Anda kerjakan dengan penuh kesabaran, segera setelah Anda memutuskan untuk memulai praktiknya, sekarang?

edit from : http://razasangpemimpi.blogspot.com/2012/01/menikmati-kesabaran.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar