Ikhlas adalah salah satu sifat mahmudah yang paling tinggi selepas iman. Ikhlas merupakan rahasia Tuhan, para malaikat juga tidak tahu. Diri kita sendiri pun tidak dapat merasakannya. Ikhlas adalah penentu amalan seseorang itu diterima atau ditolak oleh Allah. Para Sahabat ketika mendengar tentang ikhlas dari Rasulullah SAW menangis. Karena mereka merasa tidak selamat. Mereka merasa tidak mungkin mereka memiliki sifat ikhlas yang begitu tinggi kedudukan dan nilainya itu.
Karena sangat susah untuk mendapatkan sifat ikhlas itu, Islam tidak membenarkan seseorang mengaku dia ikhlas. Siapa yang mengaku dia ikhlas kalaupun sebelumnya dia betul ikhlas, otomatis keikhlasannya menjadi terbatal. Kalau begitu yang selama ini berlaku di dalam kehidupan kita sangatlah salah, seolah-olah telah menjadi budaya apabila seseorang itu memberi, menolong, membantu dengan berkata:
"Ambillah! Saya ikhlas!"
"Saya telah tolong dia dengan ikhlas. Kemudian dia memusuhi saya."
"Saya hendak tolong kamu dengan ikhlas! Tapi saya sedih, awak
menolaknya."
"Saya ikhlas hendak bagi sebanyak ini, karena itu saya bagi!"
Di dalam menulis surat selalu diakhiri dengan perkataan, "Saya yang
ikhlas."
Orang yang mengaku ikhlas, artinya dia telah mengaku menjadi orang yang paling baik. Di dalam ajaran Islam, mengaku baik adalah satu kesalahan. Siapa yang mengaku ikhlas, dari awal sudah tertolak atau ditiadakan keikhlasannya. Tiada yang mengetahui seseorang itu ikhlas sekalipun yang punya diri, walaupun malaikat, selain Allah saja yang Maha Mengetahui.
Oleh karena itu tidak seorangpun berhak mengaku dirinya ikhlas. Hanya berusahalah untuk menjadi orang yang ikhlas. Moga-moga kita ikhlas. Setelah kita berbuat demikian moga-moga setiap amal yang kita buat itu diterima oleh Allah SWT.
Apa arti ikhlas?
Arti ikhlas itu adalah murni, bersih. Suatu benda kalau hanya terdiri dari satu jenis saja, tidak dicampur dengan jenis lain maka benda tersebut dianggap bersih, murni, tidak dinodai oleh benda-benda lain. Sebagai contoh. Misalkan air, kalau air itu tercampur sabun, nila atau tepung, artinya air itu tidak murni lagi. Tidak mutlak air lagi. Tidak bersih, tidak 'pure' karena tercampur benda lain yang bukan jenisnya. Artinya air telah ternoda atau dinodai oleh benda yang lain. Atau ia telah diwarnai oleh benda lain.
Begitu juga dalam kita beramal, berusaha, berjuang seperti bersembahyang, puasa, zakat, naik haji, membaca al-Quran, mengajar, berdakwah, memberi, menolong, motivasi, forum, ceramah dan belajar karena Allah Taala, karena suruhan-Nya, karena perintah-Nya, karena keredhaan-Nya, karena arahan-Nya, karena mentaati-Nya dan patuh kepada-Nya.
Jadi hal -hal yang kita buat itu, seperti contoh di atas karena-Nya adalah satu, tujuannya satu, didorong oleh satu yaitu Allah SWT. Demi untuk mengabdikan diri kepada-Nya. Tidak bercampur dengan karena-karena/alasan-alasan yang lain selain karena Allah Taala. Itulah yang dikatakan orang yang ikhlas, yaitu dia membuat kerja-kerja tadi murni karena-Nya. Tujuannya bersih. Dorongan dari satu yaitu Allah SWT. Apa nak jadi tidak timbul atau apa yang tidak jadi tidak timbul -blm ditranslate, bingung.-.
Apabila dalam membuat kerja-kerja seperti yang dicontohkan di atas 'karena'nya/ alsannya, niatnya, dorongannya telah tercampur dengan karena-karena lain atau terselip niat-niat lain, dalam dia berbuat itu, dorongannya bukan satu lagi tapi sudah menjadi dua atau tiga seperti membuat kerja-kerja di atas dicampur dengan karena riyak, megah, nama, glamour, pangkat, duit, karena orang minta, karena takut orang tak suka, mental exercise, karena bosan di rumah, karena mau lari dari masalah, karena ingin dukungan atau suara, karena ingin menguji kemampuan, karena mau berlawan, karena hadiah, karena piala, karena kawan, maka orang itu sudah tidak khalis/bersih lagi di dalam kerja-kerjanya. Ikhlas sudah tiada, ikhlas sudah tidak murni lagi di dalam perbuatannya, ikhlas telah ternoda. Justru apa yang dibuat itu 'karena Allah'nya telah bercampur dengan karena-karena yang lain seperti karena contoh di atas yang telah disebut tadi.
Oleh itu 'karena Allah'nya sudah tidak bersih atau tidak murni lagi, niatnya telah bersekutu dengan yang lain. Niatnya telah menjadisyirik, yaitu syirik khafi. Di Akhirat nanti Allah meminta orang itu, "Pergilah minta kepada orang yang awak karenakan itu". Allah Taala tidak akan membalas kebaikan apa-apa kepada orang itu karena tujuan dia beramal itu, tidak kepada Allah lagi atau tidak sepenuhnya karena Allah Taala, ada karena yang lain selain karena Allah Taala.
Sangat susah agar ikhlas di dalam perbuatan kita. Terutama kerja-kerja dan amalan yang berhubungan dengan kepentingan umum atau dengan orang ramai atau amalan yang berkaitan kepada pandangan umum seperti ceramah, dakwah, mengajar, belajar, gotong-royong, membaca Al Quran di depan banyak orang, forum, wawancara, memberi hadiah, memberi bantuan di hadapan umum atau di hadapan orang ramai, lebih-lebih lagi bagi orang yang jarang memikirkan hati, kurang muhasabah hatinya, hati dibiarkan atau terbiar jarang diperhatikan, seringkali lebih banyak terjebak kepada tidak ikhlas. Lebih sering nawaitunya tercampur dengan hal-hal huzuzunafsi, kepentingan atau tujuan diri baik disadari atau tidak disadari, karena kurang menyuluh hati.
Terkadang amalan itu dari awal nawaitunya telah rusak. Kalau tidak di awal, rusaknya di pertengahan jalan, kadang-kadang di awal-awal dan di pertengahan jalan hatinya masih karena Allah, tidak bercampur yang lain selain Allah Taala, tapi dia terjebak di ujung atau di akhir perbuatannya. Ibarat membuat rumah atau bangunan di atas lumpur maka awal-awal lagi rumah atau bangunan itu runtuh.
Di sini saya beri contoh bagaimana dia bisa terjadi. Misalkan kita mau berdakwah di satu tempat pada suatu hari. Baik progam itu kita yang buat atau ada yang mengundang kita ke progam tersebut. Hati kecil kita pun berkata:
"Ha! Ini dia waktunya aku akan populer."
"Aku akan terkenal!"
"Ada peluang dapat duit!"
"Aku akan hentam puak-puak ini yang menjadi musuh aku selama ini."-blm ditranslate-
"Biar mereka tahu siapa aku!"
"Biar tahu rasa mereka nanti!"
Maka usaha dakwahnya rusak sama sekali! Dari awal sudah tidak ada keikhlasannya. Bukan karena Allah Taala tapi karena diri kita sendiri atau karena tujuan menghentam, tapi kita menggunakan hak-hak Allah sebagai alat. Ini ibarat melukis di atas air atau membangunkan rumah di atas lumpur.
Apabila rusak di tengah-tengah atau di dalam perjalanannya, mula-mula memang dibuat karena Allah. Hati berkata:
"Aku wajib menyampaikan seruan Allah itu."
"Apalagi lagi peluang sudah ada atau sudah terbuka."
"Aku mesti mengisi program itu."
"Aku tidak ada kekurangan (sedang sehat)."
"Kalau aku tidak mengisi program itu nanti Allah marah. Insya-Allah aku
akan pergi berdakwah di tempat itu."
Waktu sedang menyampaikan dengan semngatnya dengan bahasa yang indah, dalil-dalil dan hujah-hujah yang fasih, banyak orang ramai mengangguk-angguk. Begitu ceria muka mereka mendengarnya dan menerima apa yang kita sampaikan menunjukkan ada respon dari orang ramai. Hati kita pun berbunga. Syaitan pun menghembus-hembuskan ke dalam hati agar kita lupa dengan Allah. Kita jadi merasa luar biasa. Hati kita pun membisikkan kepada kita:
"Hebat aku ini!"
"Boleh juga aku ini."
"Susah buat orang lain untuk menandingi aku."
Di pertengahan perbuatannya dia rusak. Rusak di dalam perjalanan. Keikhlasannya tadi telah diungkaikannya/diangkatnya semula. Dia telah memcampurkan niat di antara Allah
dengan dirinya sendiri, syirik khafi. Ibadahnya atau kebaikannya berdakwah itu telah dibatalkan. Ibarat membuat rumah atau bangunan, pembangunnanya belum siap tapi telah diruntuhkan semula.
Kemudian sebagai contoh, bagaimana rusak di hujung atau di akhir:
Di awalnya sebelum berdakwah itu niatnya sudah bagus. Tujuannya betul karena Allah. Dia ingin menunaikan tanggungjawab untuk menyampaikan risalah Tuhan kepada umat. Apabila sampai pada waktunya, berhadapan dengan orang ramai, ia pun menyampaikan dakwahnya. Di waktu itu hatinya masih baik. Belum tergugat lagi. Karena Allah Taala masih belum terungkai lagi, tapi apabila menjelang pulang dari majelis dakwah itu, ada kawan yang sama-sama berada di dalam keretanya yang berkata:
"Ustadz tadi ceramahnya bagus sekali."
"Saya lihat banyak orang diacara itu mengangguk saja tanda setuju."
"Ustaz ini kalau selalu membuat dakwah ini, ustaz akan lebih lagi lincah dan matang."
Hatinya langsung berbunga. Ujub pun datang. Syaitan membisikkan di dalam hatinya bahwa dia orang yang mampu dan memiliki kebolehan. Dia telah lupa kemampuan itu anugrah dari Allah Taala yang Maha Pengurnia. Seharusnya dia malu kepada Tuhan karena Allah Taala telah memberi dia kebolehan di dalam berceramah atau pidato. Maka terbatal pula ibadahnya. Pahala dakwahnya malam itu telah terkorban. Ibarat membangunkan rumah atau bangunan, Begitu jadi rumahnya, dia pun runtuh.
Apa yang kita bawa ini adalah sebagai satu contoh. Kita dapat apply kepada usaha-usaha dan kerja-kerja yang lain. Apakah usaha dan kerja itu kita buat karena Allah atau karena kita seratus persen atau bercampur karena Allah dan karena kita.
Berdasarkan apa yang ditulis ini, masya-Allah, sungguh sangat terasa oleh kita betapa susahnya untuk menjadi orang yang ikhlas, sedangkan ikhlas itu adalah roh ibadah. Penentu apakah ibadah-ibadah itu ditolak atau diterima.
"Wahai Tuhan, rasanya kami belum berbuat apa-apa sebelum ini, kalaupun ada berbuat, sudah tentu susah sekali untuk menghindarkan dari huzuzunnafsi ini. Yaitu ada tujuan karena diri. Kalau bukan karena bantuan dan pimpinan-Mu Tuhan, rasanya apapun amalan yang kami buat mungkin akan ditolak semuanya."
Saudara saudari, di sinilah rahasianya mengapa terkadang usaha dan perjuangan kita itu tidak menghasilkan apa-apa, walaupun usaha sudah dilakukan, respon orang ramai ada, tapi kesannya tiada. Orang-orang tidak juga berubah dari dakwah yang kita beri itu. Apa yang diucapkan oleh mulut kita tidak sama di hati. Apa yang dikatakan oleh mulut kita sudah cantik, tidak ada cacat celanya, tapi ternyata cacat di hati. Jadi apa yang diucapkan oleh mulut itu hanya jatuh di mulut orang ramai juga. Orang ramai memuji-muji kita, membahas dan memperpanjang ceramah kita. Namun hati mereka tidak berubah apa-apa karena di sini terhijab bantuan daripada Allah Taala yang di sebabkan oleh niat atau hati kita yang telah rusak oleh mazmumah riyak dan lain-lain lagi karena di waktu itu sifat-sifat taqwa kita sudah ternafi/tidak ada lagi. Allah Taala tidak akan menolong orang yang tidak bertaqwa.
Oleh itu saudara saudari, terutama saya, mengingatkan diri saya, mari kita membuat kerja-kerja kebaikan itu dengan hati yang runduk, yang tawadhuk, yang penuh malu kepada Tuhan, dengan rasa takut dan cemas. Takut kalau amalan kita itu ditolak oleh Allah Taala. Firman Allah yang bermaksud:
"Ikhlas itu satu rahasia dalam rahasia-Ku, Aku titiskan ia dalam hati
hamba-hamba-Ku yang Aku kasihkannya."
"Sesungguhnya Allah Taala tidak memandang gambaran lahir kamu tapi dia
melihat apa yang ada di dalam hati kamu."
(Riwayat Bukhari dan Muslim)
Marilah kita berhati-hati. semoga kita selamat.
"Ya Allah berilah kami selalu hidayah dan taufik-Mu agar perjalanan
lahir dan batin kami berjalan selaras menuju keredhaan-Mu, ya Allah!"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar