Sabtu, 26 Mei 2012
Hati Yang Mati
“Di antara tanda-tanda hati yang mati, ialah tidak ada rasa sedih, apabila telah kehilangan kesempatan untuk melakukan taat kepada Allah, tidak juga menyesal atas perbuatan (kelalaian) yang telah dilakukannya. “
Hati yang di dalamnya hidup keimanan akan merasa sedih apabila iman dan taat itu hilang daripadanya. Hati yang beriman itu sangat menyesal apabila melakukan maksiat. Hati sangatlah senang apabila ia telah melaksanakan ketaatan.
Perbuatan manusia yang dikendalikan oleh hati yang beriman pasti selalu menjurus kepada ketaatan dan bergegas meninggalkan kemaksiatan, sehingga hatinya tidak gelisah oleh dosa, dan jiwanya tidak resah oleh maksiat. Kejahatan yang selalu mencari peluang mendobrak benteng hati insan, mampu menghancur-luluhkan benteng itu, apabila pertahanan iman, yang menjaga benteng hati itu lemah.
Sebaliknya, benteng hati itu akan kokoh, walau dengan serbuan dan dobrakan apa pun, apabila iman yang menjadi perisai di dalamnya kokoh kuat bagaikan batu karang di tengah samudera. Seorang hamba mukmin akan terus menerus mencegah masuknya kemaksiatan dan kekotoran di dalam hatinya, membentenginya dengan amal ibadah. Ia harus merasa susah dihinggapi dosa dan gembira apabila melakukan kebaikan. Dalam sebuah Atsar, “Barangsiapa merasa senang menjalankan kebaikan, dan merasa sedih menjalankan kejahatan, maka ia adalah orang beriman.” Sebaliknya, hati yang suka dihinggapi kotoran kemaksiatan, tidak merasa sedih menjalankan perbuatan maksiat dan kotoran jiwa, maka itulah hati yang mati dan buta. Tanda Allah Ta’ala rida terhadap seorang hamba maka hatinya terang benderang menerima kebaikan, dan mampu menghindari maksiat.
Kearifan hati itu dapat dilihat dari perbuatan manusia dalam hidupnya. Hati yang hidup dan arif nampak pada wajah pemiliknya. Cahaya wajah dan perilaku seperti mimik pada raut wajah pemilik, hati yang jauh dari dosa dalam bentuk maksiat, akan tampak dalam pembicaraan. Ucapan seseorang terkias dengan jelas dalam setiap susunan kata-katanya. Hati yang terbuka oleh iman akan menunjukkan bunyi pada kalimat yang diucapkan seseorang. Halus, jujur, ikhlas dan tidak berbelit. Sebaliknya, hati yang hitam tertutup oleh noda akan terbias dari semua kalimat yang diucapkan, takbisa ditutup-tutup. Itu semua adalah gambaran tentang hati orang beriman. Hati yang beriman adalah hati yang hidup, sedang hati yang jauh dari keimanan adalah hati yang mati. Hati yang hidup oleh keimanan menumbuhkan kebaikan dan ketaatan, hati yang tertutup dari keimanan akan menumbuhkan kejelakan dan kemaksiatan.
Sahabat Ibnu Mas’ud mengatakan, “Orang yang benar-benar beriman, ketika melihat dosa-dosanya, seperti ia sedang duduk di bawah gunung. Ia kuatir kalau-kalau puncak gunung itu jatuh menimpanya. Adapun orang munafik, ia memandang dosa-dosanya seperti menghalau lalat di ujung hidungnya.”
Orang beriman selalu memandang dosa dan kesalahan yang pernah ia perbuat, seperti beban yang sangat berat rasanya, ia kuatir dosa dan kesalahan akan membawa akibat yang sangat jelek, serta menyiksa di hari akhirat. Ia sangat berhati-hati. Kehati-hatian seperti ini adalah cahaya iman yang masih bertahta dalam hatinya.
Adapun orang munafik menganggap dosa dan kesalahan yang pernah diperbuatnya, dengan anggapan bahwa dosa-dosa dan kesalahan tidak mampu meruntuhkan kedudukannya atau merusak dan menganiayanya, oleh karena ia menganggap dosa sangat enteng baginya, tidak berarti apa-apa. Seperti mengusir lalat dari ujung hidungnya saja. Perasaan seperti itu adalah perasaan orang-orang munafik yang tidak mempedulikan kadar Iman dan Islam dalam membentuk pribadi manusia.
Sekali lagi peranan hati yang penuh dengan hiasan iman dalam membentuk manusia Muslim sangat mempengaruhi bagi perkembangan tingkah laku manusia. Apakah ia suka kepada maksiat, atau ketaatan. Dua perbuatan yang saling bertentangan ini memang bertahta dalam diri rnanusia. Hanya iman dan ketaatan saja yang nampu memberi arah kepada manusia untuk memilih perbuatan mana yang diridai Allah dan perbuatan mana yang dimurkai-Nya. Banyak hal yang perlu dipelajari oleh anak Adam tentang hatinya sendiri, sebab suatu saat hati bisa putih dan terang benderang, terbuka dan hidup di saat lain hati bisa hitam pekat tertutup rapat-rapat dan mati.
Waspadalah terhadap hatimu sendiri, agar iman tetap bertahta di dalamnya‘ waspada pula terhadap Pengaruh dari luar dirimu sedang bersemi di hatimu tumbuh berkembang dan selalu dalam ketakutan. Tidak terpengaruh oleh godaan setan yang selalu mencari peluang untuk mengelabui iman yang ada dalam sanubarimu
http://www.komtas-mtakorea.com/2011/03/hati-yang-mati.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar